Aturan, Bahasa, dan Etika Dalam Penggunaan Lampu Sein

×

Aturan, Bahasa, dan Etika Dalam Penggunaan Lampu Sein

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Lampu sein menjadi perangkat komunikasi antar satu pengemudi dengan pengendara lain. Ini sudah disepakati secara internasional dan di Tanah Air lampu sein diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Akan tetapi, cukup banyak pengguna kendaraan bermotor belum sepenuhnya mengetahui tata cara yang benar menyalakan lampu sein seperti saat memberi syarat akan berbelok.

Dikutip CNNIndonesia.com, Pengamat Keselamatan dari Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Palubuhu menyampaikan mengaktifkan sein yang benar adalah 30 meter sebelum kendaraan bermanuver sesuai arah yang dituju seperti hendak berbelok, pindah jalur, atau menyalip kendaraan di depannya.

“Jadinya 30 meter (sebelum berbelok) itu sudah harus berikan komunikasi. Jadi bukan 3 meter atau 5 meter baru nyalain. Kemudian misal lagi dekat persimpangan, 30 meter juga harus dihidupkan. Pindah lajur juga begitu,” kata Jusri, Senin (28/1).

Jusri mengatakan itu sesuai aturan yang berlaku. Sedangkan kondisi di lapangan ada juga ‘bahasa sein’ dengan maksud berbeda.

Misalnya ketika kita berada di belakang kendaraan dengan kecepatan konstan. Tiba-tiba pengemudi di depan menyalakan lampu sein posisi kanan.

Walau tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berbelok, maksud dan tujuannya adalah melarang pengemudi lain di belakang untuk menyalip. Dalam kondisi itu, pengemudi di depan berusaha memberikan syarat bahwa ada kendaraan lain dari arah berlawanan dan potensi bahaya jika mobil di belakang berusaha menyalipnya.

“Kita harus pahami, dalam bahasa lalu lintas tidak ada, tapi itu budaya setempat biasanya. Di luar negeri tidak ada aturan begini. Tapi ada juga daerah tertentu seperti Sumatra yang menerapkannya terbalik di mana memberi sein kanan artinya boleh nyalip,” ucap Jusri.
Jusri menambahkan ada juga daerah yang mewajibkan pengendara menyalakan ‘hazard’ saat mengambil jalan lurus di persimpangan. Sebenarnya aktivitas itu salah kaprah. Artinya mobil bergerak tanpa lampu sein tandanya kendaraan bergerak lurus ke depan.

“Ini juga bahasa yang harus kita pahami. Di daerah Sumatra dan Kalimantan masih begitu,” katanya.

Selain aturan dan bahasa, Jusri mengatakan ada juga etika yang mesti dimengerti setiap pengemudi saat mobil bergerak di tol dan berniat pindah jalur atau menyalip.

Dalam kondisi tersebut usahakan jangan pernah menyalakan sein ketika ada kendaraan di sebelah kanan. Usahakan menyalakan lampu sein ketika sisi kanan kita tidak ada mobil.
“Kapan hidupin? (lampu sein). Ya kalau di belakang aman. Jangan pas di samping ada mobil berjejer, pada kecepatan tinggi kita (aktifkan) lampu sein. Ini sangat bahaya. Orang (pengemudi sekitar) kaget, lagi tegang dan konsentrasi tahu-tahu mobil di samping nyalain sein. Etika tersebut harus dipahami,” kata Jusri.

Etika mengaktifkan lampu sein juga berlaku untuk sepeda motor. Ia menyarankan bagi para pengendara motor memberi isyarat dengan menyalakan lampu sein ketika berbelok, bukan memberi isyarat menggunakan kaki.

“Dan untuk pemotor menggunakan kaki, ini mengagetkan orang. Gunakan kaki itu untuk konvoi bukan solo riding. Masa gunakan kaki, tidak sopan amat,” tutup Jusri.fp01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *