Kubar, faktapers.id – Perkembangan kasus penyimpangan (korupsi) dana Perusahaan Daerah Wisata, Telekomunikasi, Transportasi, dan Air Minum (Perusda Witeltram) Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, saat ini masuk tahap akhir persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda.
Dua terdakwa dalam kasus yang merugikan uang negara sebesar Rp 1,6 miliar itu, yakni Tinus (Mantan Direktur Utama Perusda Witeltram), serta MS Ruslan (Mantan Penjabat Bupati Kabupaten Mahakam Ulu) periode 2013-2015, diperiksa perdana oleh PN Tipikor Samarinda sejak 8 Desember 2018 lalu.
“Kedua terdakwa (Tinus dan MS Ruslan), pada Kamis (14/2/19) mendatang masuk pada tahap akhir sidang. Setelah tuntutan, kemungkinan ada pledoi (pembelaan). Selanjutnya akan diputus oleh hakim PN Tipikor Samarinda,” jelas Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kubar, Syarief Sulaeman Nahdi dalam keterangan pers, Selasa (12/2/19) di Sendawar.
Syarief mengungkapkan, kondisi terakhir terdakwa MS Ruslan melakukan pengembalian kerugian uang negara dalam kasus itu sejumlah Rp 300 juta. Sedangkan terdakwa Tinus samasekali belum ada mengembalikan kerugian uang negara tersebut.
“Terdakwa Tinus sampai saat ini tidak mengembalikan kerugian keuangan negara. Tentunya itu akan mempengaruhi dari tuntutan JPU serta putusan hakim,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kubar, Indra Rivani membeberkan, terdakwa Tinus dijerat dengan dua dakwaan. Pertama, terdakwa Tinus menggunakan dana Perusda Witeltram tidak sesuai dengan hukum (melawan hukum) yang membuat kerugian negara.
“Perbuatan kedua, terdakwa Tinus memberikan (suap) sejumlah uang kepada terdakwa MS Ruslan yang kala itu merupakan pejabat negara (Pj Bupati Mahulu),” tuturnya.
Indra Rivani menambahkan, terhadap terdakwa MS Ruslan dakwaannya alternatif. Pada pokoknya, terdakwa MS Ruslan sebagai pejabat negara atau aparatur sipil negara (ASN), menerima suap dari orang lain yang berhubungan dengan jabatannya.
“Setelah dilimpahkan oleh Kejari Kubar ke PN Tipikor Samarinda, hakim tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa MS Ruslan, itu kewenangan hakim. Namun hal itu tidak menghilangkan kewenangan eksekusi terhadap terdakwa, setelah ada keputusan incraht (berkekuatan hukum tetap),” tandasnya.
Untuk diketahui, Tim Penyidik Pidsus Kejari Kubar resmi menahan mantan Direktur Perusda Witeltram Kubar itu sejak Kamis (20/9/18) lalu. Dia kala itu menjadi tersangka dugaan korupsi dana Perusda Witeltram Kubar tahun anggaran 2015 sebesar Rp 1,6 miliar.
Sedangkan MS Ruslan kala itu menghadiri panggilan Kasi Pidsus Kejari Kubar pada Kamis (16/8/18) juga menjadi tersangka. Selain MS Ruslan, saat itu juga Kejari Kubar memeriksa secara bersama dua pegawai di Pemkab Mahulu sebagai saksi dalam kasus tersebut. iyd
Respon (1)