Klaten, faktapers.id – Satuan Rserse Kriminal (Satreskrim) Polres Klaten berhasil mengungkap dan menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan aborsi di Poliklinik Desa (Polindes) Desa Kajen, Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Dalam pembongkaran kasus tersebut , diketahui pelayanan Aborsi oknum Bidan ditawarkan Lewat Medsos dengan Link Aborsi Gastrul Cytotec dengan akun Nindira Aborsi admin bernama AN.
Dari hasil keterangan, polisi mendapati fakta bahwa tarif dalam proses aborsi itu dipatok sekitar Rp 11,5 juta. Nominal itu dibagi tiga orang untuk bidan desa, perantara dan asisten.
Kelima tersangka itu adalah AR berperan sebagai bidan desa, DA (23) sebagai pasien, YJ (23) adalah kekasih pasien, AN sebagai perantara, dan AP adalah asisten perantara. Saat melakukan aborsi, sepasang kekasih DA dan YJ meminta bantuan AN yang berperan sebagai perantara. AN memasang tarif Rp 11,5 juta untuk proses aborsi.
Hal itu disampaikan oleh Kasatreskrim Polres Klaten, AKP Didik Sulaiman dalam konferensi pers di Mapolres setempat, Selasa (5/3/2019) siang.
Didik mengungkapan dari total tarif yang dipatok itu dibagi oleh ketiga tersangka yakni bidan desa AR, AN dan AP. Proses pembayaran dilakukan dua kali.
“Jadi tersangka AN ini yang menjadi penghubung. Dia berkomunikasi dengan sepasang kekasih itu dan mematok biaya Rp 11,5 juta. Pembayaran pertama dilakukan melalui transfer ke rekening AN senilai Rp 10 juta,” jelas dia.
Setelah mendapat transferan sebagai uang muka, sepasang kekasih DA dan YJ lantas dihubungkan kepada bidan desa AR. Pasien lantas mendatangi bidan desa untuk proses aborsi dengan cara diantar oleh AP. Setelah proses aborsi selesai, sepasang kekasih itu kemudian melunasi pembayaran senilai Rp 1,5 juta secara cash melalui AP.
“Jadi yang uang pertama Rp 10 juta itu murni masuk ke AN, sementara uang sisanya senilai Rp 1,5 juta diterima AP. Uang dari AP kemudian diberikan kepada bidan desa senilai Rp 1,3 juta, dan sisanya yang Rp 200 ribu untuk membayar hotel tempat menginap sepasang kekasih itu,” kata dia.
Setelah proses pembayaran aborsi selesai, kemudian AP yang berperan sebagai asisten diberi uang oleh AN senilai Rp 1 juta. Polisi menduga AP dan AN sudah saling kenal sejak lama dan sudah menjalin kerjasama dalam hal praktek dugaan aborsi.
“Untuk sementara otak dari kasus ini adalah si perantara ini. Karena dari hasil pemeriksaan dia mengaku sudah beberapa kali melayani aborsi. Namun kami masih belum tahu komplotannya dari mana. Ini masih pengembangan lagi,” pungkas dia.
Sementara itu, bidan desa AR kepada wartawan mengaku sangat menyesal dengan perbuatan yang sudah dilakukan. Setelah menjalani proses hukum, ia akan mengundurkan diri dari profesinya sebagai bidan.
“Saya menyesal. Setelah ini (proses hukum selesai) saya akan resign (mengundurkan diri) saja (sebagai PNS),” singkatnya. madi