Jakarta, faktapers.id – Mahkamah Agung menganggap sikap KPK yang khawatir peninjauan kembali (PK) dipandang sebagai jalur untuk koruptor mengurangi vonis sesuatu yang wajar. MA meminta semua pihak menghormati apapun keputusan pengadilan.
“Ya pada prinsipnya kekhawatiran-kekhawatiran itu sah-sah saja. Kita bisa menerima karena kekhawatiran pihak lain. Di satu sisi kita tetap harus menghormati putusan, apapun putusannya kita harus menghormati,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah saat dimintai tanggapan, Senin (25/3/19) kemarin.
Abdullah menyakini masyarakat bisa menilai objektif putusan MA. Dia menegaskan, MA tentu mempertimbangkan dengan hati-hati dan cermat dalam membuat keputusan, termasuk soal PK.
“Saya rasa untuk saat ini semua itu sudah bisa melihat. Jadi MA sudah pasti mempertimbangkan segala sesuatunya dengan cermat, hati-hati. Makanya kita tetap menghormati putusan, apapun putusannya,” jelasnya.
Abdullah kembali menuturkan siapapun pihak tidak bisa menghalangi seseorang, baik itu koruptor, untuk mengajukan PK. Kecuali, sambung dia, ada aturan hukum yang mengatur bahwa koruptor tidak boleh mengajukan PK.
“Sepanjang masih ada upaya hukum itu ditempuh sampai habis. Ya kalau memang UU mengatur tidak ada upaya itu (PK), ya jelas. Sepanjang UU masih mengatur dan itu boleh, legal, ya semua orang akan mencoba walaupun itu hanya spekulasi, kan begitu,” terangnya.
Abdullah juga menilai kekhawatiran KPK terkait PK ini bisa didiskusikan dengan DPR RI. Karena, sebut dia, MA bukan lembaga yang bisa mengubah undang-undang (UU).
“Ya, kalau memang aturannya belum dilarang, ya pasti maju. Kalau memang mau membatasi lebih baik disampaikan ke DPR untuk revisi UU-nya supaya membuat langkah preventif,” ujar Abdullah.
“Ya, lebih baik saran itu disampaikan ke DPR untuk melakukan perubahan atau amandemen atau apa saja karena itu menyangkut hak asasi. MA kan hanya pengguna UU, tidak bisa mengubah UU,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPK khawatir terbentuk kesan bahwa PK menjadi jalur bagi koruptor mengurangi vonis. MA memang mengabulkan sejumlah PK, misalnya yang diajukan Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng dalam kasus suap terkait proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
“Perlu kita jaga bersama-sama, jangan sampai terbentuk kesan bahwa PK yang diajukan ke Mahkamah Agung akan dengan mudah dikabulkan sehingga pengurangan putusan dilakukan melalui jalur PK tersebut,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (25/3).fp01