Legislator: Sebut RUU Pesantren Bahan Kampanye, Sakiti Ulama

1126
×

Legislator: Sebut RUU Pesantren Bahan Kampanye, Sakiti Ulama

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang mengungkapkan, Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren telah lama sekali diharapkan menjadi UU. Karenanya, bila ada yang menyebut pembahasan RUU tersebut sebagai bahan kampanye, itu sangat menyakiti para Ulama.

“Kalau disebut pembahasan RUU ini sebagai sebagai bahan kampanye, itu terlalu menyakitkan bagi para Ulama dan lembaga pendidikan pesantren,” ujar Marwan dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “RUU Pasantren Rampung Dua Bulan?” di Media Center/Pressroom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/3).

Ia pun menuturkan, sebetulnya sudah lama sekali diharapkan UU Pesantren ada, karena lembaga pendidikan pesantren dalam catatan sejarah bertarikh tahun 1700 sudah ada, berkelas itu. “Yang namanya pesantren Sorogan itu tahun 1500 sudah ada tapi belum berkelas. Para Santri menghadap Kyai di Sorong kitabnya itu tahun 1500,” ucap Marwan.

“Pada tahun 1930 muktamar NU pertama di Banjarmasin, memutuskan akan mendirikan negara, negara Darussalam. Kriteria parameter negara Darussalam salah satunya yang akan dibentuk negara ini punya takdir ber pulau-pulau, punya takdir bersuku-suku, punya takdir bermacam-macam agama, itu yang diadopsi menjadi pasal 29,” paparnya lagi.

Marwan pun menyerukan, takdir itu harus dipelihara, bagaimana para ulama memahami kebangsaan yaitu Nusantara ini, kalau begitu para ulama dan para Kyai itu tidak bisa dibedakan yaitu nasionalis atau agamis, dua-duanya ada disitu, karena cita-citanya sudah ingin mendirikan bangsa negara Darussalam atau negara kesejahteraan.

“Karena itu, masa Indonesia sudah merdeka payung hukum untuk pendidikan pesantren belum ada. Karena itu pertanyaannya, dzolimkah negara kepada lembaga pesantren? Dzolim, saya bilang. Karena begitu lamanya merdeka belum ada payung hukum,” cetusnya.

Marwan pun menegaskan, UU Pesantren nantinya untuk memberikan payung hukum bagi negara untuk bertanggung jawab terhadap lembaga pendidikan pesantren.

“Teman-teman di komisi VIII sepertinya sepakat pikiran ini. Maka akan kita buat undang-undang pesantren, tapi kan belum dibahas, kalau sudah dibahas berkembang lagi pikiran, apakah kita membuang atau tidak Nanti kita lihat,” jelasnya.

Tetapi, sambung Marwan, kalau UU ini sepertinya tidak banyak yang berbeda pendapat.

“Bila ada persoalan beberapa kelompok termasuk dari teman-tean pendeta dan guru-guru yang mengelola sekolah di sekolah kristen, keberatan dengan beberapa pasal, dapat kita pahami di dalam kategori UU keagamaan, jadi seolah-olah judul ini menjadi dua, pendidikan pesanteren dan pendidikan keagamaan,” katanya.

“Jadi, Senin kita putuskan sudah akan dibahas dan menurut hitungan waktu sebelum belum diputuskan dan belum diketuk tetapi dalam rentang waktu ini cukup untuk di Sahkan.
apalagi kalau DIMnya hanya pesantren, maka dalam UU Pesantren ini tidak ada yang menjhadi perdebatan,” lanjut Marwan. oss

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *