Kutai Barat, faktapers.id – Meskipun sejak sepuluh tahun terakhir perusahaan pertambangan dan perkebunan yang berinvestasi di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, menjamur, namun minim perusahaan itu membina masyarakat sekitar areal operasionalnya.
Salah seorang warga Kecamatan Barong Tongkok, Hertin Armansyah (35) mengatakan persoalan tanggung jawab sosial dan lingkungan, hal utama harus dipenuhi oleh perusahaan yang beroperasi didalam wilayah RI.
“Yaitu Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan, dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingan,” jelasnya kepada faktapers.id, Rabu (8/5/19) di Sendawar.
Hertin Armansyah yang juga aktif dalam organisasi kepemudaan itu menambahkan, perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Tetapi jangan sampai melupakan masyarakat terdampak sekitar operasionalnya,” katanya.
Dia menyebut CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi.
“Misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang,” ungkapnya.
Pemberian dan pendampingan usaha masyarakat kampung kedatangan di Kutai Barat (Kubar), masih minim yang dikategorikan berhasil. Baru hanya sejumlah perusahaan tambang batu bara yang berhasil membina masyarakat sekitar tambang. Padahal jumlahnya ada belasan. Belum lagi perusahan perkebunan kelapa sawit.
Padahal keberadaan perusahaan tidak saja mengeruk sumber daya alam. Melainkan juga bisa memberikan bantuan usaha kemasyarakatan yang bisa keberlangsungan. Meskipun nantinya perusahaan tersebut sudah berakhir atau tidak beroperasi lagi. Pasalnya lahan eks tambang lebih besar sulit dipulihkan lagi untuk pertanian.
Sementara itu, Kabid Peternakan Dinas Pertanian (Distan) Kubar, Sapriansyah mengungkapkan pihaknya mencatat baru dua perusahaan tambang yang berhasil membina usaha masyarakat sekitar tambang di Kubar.
“Yaitu di Kampung Muara Begai, Kecamatan Muara Lawa, dibawah binaan PT Trubaindo Coal Mining. Kemudian PT Gunung Bayan Pratama Coal di Kampung Muhur, Kecamatan Siluq Ngurai. Kedua kampung berhasil budidaya peternakan sapi,” tuturnya.
“Di Kampung Muhur sudah mencapai 83 ekor sapi yang berhasil dibudidayakan. Terbanyak di Kampung Muara Begai mencapai 300 ekor. Satu kepala keluarga sudah ada yang memelihara sampai 13 ekor sapi,” tambahnya Sapriansyah.
Dia mengungkapkan, pengembangan ternak hewan sapi pascatambang oleh kedua perusahaan, sudah terbilang sukses. Menurut dia, harus diikuti perusahaan lainnya sebagai program CSR.
Menurut Sapriansyah, kepedulian PT TCM tidak saja peternakan melainkan juga perikanan dan pertanian. Hal itu akan mampu membangkitkan ekonomi masyarakat terdampak, ketika tambang berakhir.
“Sangat tepat sasaran yang dilakukan oleh perusahaan itu. Sehingga bisa menopang hidup masyarakat sekitar perusahaan, meski nantinya perusahaan telah tiada di Kubar,” ucapnya.
Beda yang dialami oleh warga Kampung Muara Beloan, Kecamatan Muara Pahu. Meski berada diwilayah binaan perusahaan tambang dan perkebunan, namun tidak mendapatkan pembinaan yang memadai. Padahal dampaknya sudah sangat dirasakan. Lahan perikanan menjadi alih fungsi lahan sawit dan jalan haoling tambang.
“KampungMuara Beloan sangat tertinggal. Bantuan air bersih dari perusahaan juga tidak berjalan. Kami harus mengadu kepada siapa lagi?,” ungkap salah seorang warga Beloan, Nanti, bernada tanya. iyd