Jakarta, faktapers.id – Isu kecurangan SITUNG KPU sampai saat ini paling gencar digoreng mereka-mereka yang ada BPN. Disadur dari Teddy Gusnaidi mengutarakan, padahal sudah jauh-jauh hari dijelaskan bahwa yang jadi patokan bukan SITUNG, tetapi hasil rekap manual berjenjang yang terbuka untuk di hadiri saksi dari semua kontestan. Begitu juga KPU sudah memberikan klarifikasi bahwa kekeliruan input dalam SITUNG justru sebagian besar Ditemukan oleh KPU dan sudah dikoreksi. Dan KPU sudah menegaskan juga Situng KPU tidak jadi patokan hasil Pilpres.
Meski begitu mengapa BPN tidak pernah berani mengambil data hasil pengawalan saksinya dalam pleno manual berjenjang itu ? Jawabnya jelas, karena mereka sudah tahu dan tak bisa pungkiri bahwa paslon mereka kalah dalam data rekap manual nasional tersebut. Jika demikian apa sebenarnya terjadi?
Beberapa pengamat menyebutkan Prabowo bukanlah orang yang tidak pintar. Tapi ada satu-satunya kesalahannya adalah, dia begitu saja mempercayai para pembisik yang tidak paham aturan main. Sehingga dengan mudah dan gagahnya menuduh curang dan meminta KPU hentikan penghitungan suara.
Apa mungkin karena tidak paham UU Pemilu, maka dia membiarkan BPN menolak seluruh penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dan akan menarik seluruh saksinya baik di KPU Pusat, provinsi, hingga kabupaten kota.
Namun secara undang undang dan aturan, mau seluruh saksi ditarik pada rekapitulasi, baik di kecamatan, Kabupaten, Provinsi & pusat, itu tdk akan membuat Rekapitulasi tersebu cacat hukum. Karena kehadiran saksi di rekapitulasi, bukan salah satu syarat yang harus dipenuhi pada rekapitulasi berdasarkan UU Pemilu selama saksi sudah diundang.
Yang bisa membuat cacat rekapitulasi adalah, jika saksi tidak diundang, atau rekapitulasi tertutup & berbagai hal lain yang melanggar ketentuan didalam UU. Kalau sdh diundang tapi tdk mau datang, tidak mau tanda tangan atau walk out padahal data primer di bawahnya sudah comply, itu tidak berpengaruh sama sekali dengan proses & hasil rekapitulasi.
Beradu Data C1
- Lalu apakah BPN boleh beradu data dengan KPU pada rekapitulasi? sangat boleh & memang harus begitu! Tapi ingat, data itu terbagi 2. Yang satu adalah mengadu data C1 dan yang satunya lagi adalah mengadu data Rekapitulasi. Masing-masing punya bagian sendiri yang tidak boleh dicampur.
- Dalam Proses perhitungan data Pemilu, DATA C1 HANYA BOLEH diadu dalam proses Rekapitulasi tingkat Kecamatan. Apakah proses tsb boleh diadu di tingkat selanjutnya? tentu tidak boleh, karena memang di dalam UU Pemilu, Data C1 hanya boleh diadu pada rekapitulasi tingkat kecamatan.
- Karena hanya di rekapitulasi kecamatanlah, para pihak bisa MEMBUKA kotak suara & menghitung ulang jika ada perbedaan data C1 yang dimiliki para saksi. Itupun jika C1 yang dipegang oleh setiap saksi dinyatakan sama-sama sah, namun tetap ada sengketa hasil, sehingga harus dilakukan penghitungan ulang langsung di kotak suara.
- Setelah selesai Rekapitulasi Kecamatan, maka tidak boleh lagi ada proses adu data C1, Tidak boleh ada lagi yang membuka kotak suara, Tidak boleh ada lagi para pihak yang menyatakan bahwa ada kecurangan perhitungan di TPS dalam rekapitulasi-rekapitulasi selanjutnya.
- Selanjutnya adalah mengadu data rekapitulasi. Rekapitulasi Kabupaten adalah tempatnya mengadu data hasil rekapitulasi kecamatan. Tidak boleh lagi para saksi mengadu data C1. Yang ada setiap saksi membawa data hasil rekapitulasi kecamatan untuk diadu. Dikhawatirkan ada data yang palsu, sehingga rekapitulasi tidak akan pernah selesai.
- Rekapitulasi Provinsi adalah rekapitulasi untuk mengadu data hasil rekapitulasi Kabupaten. Apakah boleh mengadu data C1? tentu tidak boleh, karena rekapitulasi Provinsi adalah mengadu data hasil rekapitulasi Kabupaten yang sudah disahkan dan dipegang oleh masing-masing saksi.
- Lalu apakah pada rekapitulasi Nasional boleh mengadu data C1? tentu tidak boleh. jangankan mengadu data C1, mengadu data hasil Rekapitulasi kecamatan & kabupaten saja tidak boleh. Karena di Rekapitulasi Nasional hanya mengadu data hasil Rekapitulasi Provinsi. Tidak boleh selain itu.
- Kalau begitu, apakah saat ini sia-sia jika ada bukti kecurangan yang dimiliki BPN ? tentu saja sia-sia, karena telah melewati Rekapitulasi Kecamatan. Salah sendiri jika mereka tidak hadir pada Rekapitulasi Kecamatan. Yang pasti Rekapitulasi Nasional itu bukan tempatnya pembuktian C1.
- Saat rekapitulasi kecamatan, jika saksi BPN tidak hadir, artinya merek memang tidak punya data C1. Kalau saksinya hadir, baik menandatangani hasil rekapitulasi atau tidak, maka hasil tersebu adalah hasil yang sah secara hukum. Tidak bisa diganggu gugat lagi pada rekapitulasi selanjutnya.
- Data C1 saat ini tidak bisa digunakan sama sekali. Mereka bisa gunakan hanya ketika mengajukan sengketa penetapan hasil Pilpres ke MK.
- Jadi semua tindakan yang dilakukan BPN sekarang ini adalah tindakan inkonstitusional dan melawan hukum. Mereka tahu, bahwa sengketa C1 hanya bisa dinaikkan ke MK, namun anehnya mengapa mereka menolak banding ke MK ? */aau