Fahri Hamzah Persoalkan Desain Reformasi Parlemen  

1246
×

Fahri Hamzah Persoalkan Desain Reformasi Parlemen  

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah persoalkan desain reformasi parlemen di masa mendatang. Menurutnya, karena mandat konstitusi setiap lembaga perwakilan harus diatur oleh undang-undang khusus.

“Pertama soal desain reformasi parlemen ke depan,  karena saya memimpin tim untuk itu. Keinginannya adalah agar sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD),” ujar Fahri pada diskusi Forum Legislasi bertema “UU MD3 dan Komposisi Pimpinan Parlemen” di Media Center/Pressroom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/19).

Menurutnya, lembaga perwakilan diatur oleh satu undang-undang khusus, tidak digabung, karena itu mandat daripada konstitusi. “Kalau pemerintah mau membuat DPRD lebih kuat, usul saya dan usul  tim kami pemerintah membuat khusus undang-undang DPRD supaya pengawasan di DPRD itu dilakoni,” ujar pimpinan DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu.

Fahri berpendapat, pengawasan di daerah itu dilakoni oleh partai politik,  tidak dilakoni oleh lembaga lain, seperti sekarang yang di kasusnya KPK ngos-ngosan mesti  ngintip ke seluruh indonesia karena lembaga pengawasan di daerah juga lemah.

“Itu yang seharusnya, DPRD disuruh kita perkuat, parpol harusnya komit memperkuat DPRD. Sebab itu adalah wujud demokrasi kita di Daerah,” serunya. Semakin kuat DPRD, sambung Fahri, maka semakin kuat daerah terkontrol dalam penggunaan keuangan negara dan draf ini akan kita ajukan disidang terakhir nanti,” ungkapnya.

“Kita juga mengusulkan agar DPD di perkuat. Jadi kalau menurut saya dan teman-teman anomali di DPD itu harus diakhiri, anomali begini dimana DPD itu dipilih rakyat maka dia harus dikasih kewenangan besar,” tegas legislator PKS itu lagi.

Kalau kewenangannya tidak besar, lanjut Fahri maka jangan dipilih rakyat, dipilih aja secara simbolik. Sebab ongkos daulat rakyat itu maha. “Kita sudah menerima draf dari DPD dan kalau itu disepakati nanti Paket yang diperjuangkan,” cetusnya.

“Sebenarnya ini terkait dengan presidensialisme Indonesia mau ke mana, ini berkaitan dengan masa depan dari DPR kita, saya sering mengulang-ulang ini karena ini agak mulai-mulai mencemaskan saya,” tandas wakil rakyat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lebih lanjut.

Urai Fahri, presidensialisme di Indonesia itu di parlemen seperti tidak terwujud. “DPR itu di dalam desain atau kamar legislatif itu di dalam desain presidensialisme dia adalah oposisi, itu yang orang lupa. Kalau di dalam  parlementarisme di mana oposisinya ya di partai oposisi,” terangnya.

Jadi, lanjut Fahri, kalau partai besar berkumpul bikin ruling party atau ruling goverment sisanya minority disebutnya itu apa namanya oposisi atau namanya minority groups begitu,  dan minority dia tahu posisi di dalam parlementarisme,  negara membiayainya lebih banyak karena berkepentingan negara terhadap kuatnya oposisi.

“Diyakini dalam demokrasi oposisi kuat itu mempengaruhi kuatnya negara. Lemahnya oposisi negara itu nanti tambah kacau karena nggak ada yang jaga berantakan yang suka suka,” paparnya. oss

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *