Moratorium Penyebab Utama Maraknya Tambang Ilegal di Maros

×

Moratorium Penyebab Utama Maraknya Tambang Ilegal di Maros

Sebarkan artikel ini

Maros, faktapers.id – Komisi II DPRD dan Pemerintah daerah, beserta perangkatnya dan muspida lainnya seperti satpol PP, Dinas lingkungan hidup, dinas ESDN provinsi melakukan sidak ke obyek tambang yang ada di moncongloe, tanralili bahkan tompobulu, selain itu beberapa ornop dan NGO lokal juga melakukan preassure baik ke lokasi objek tambang maupun rdp dengan dprd, semua itu hampir tidak menuai hasil sebagai solusi untuk perbaikan dan penertiban bagi tambang ilegal dan kerusakan lingkungan lainnya.

Sekertaris Komando Pejuang Merah Putih KPMP Alfian Palaguna Mengatakan, awal mula persoalan sebenarnya dari pemerintah daerah Kabupaten Maros yang melakukan moratorium terhadap pertambangan dengan alasan kerusakan sumberdaya alam dan kerusakan jalanan.

Moratorium Bupati Maros prihal penerbitan rekomendasi WIUP nomor 503/05/distamben, tanggal 1 september 2016. Moratorium tersebut disampaikan kepada kepala Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan bahan tujukan undang- undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah lampiran huruf cc mengenai pemberian urusan pemerintahan di bidang Sumberdaya Energy dan Mineral nomor urut 2 (dua) kolom 4 (empat) bahwa penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan merupakan kewenangan pemerintah Provinsi.

Oleh karena peraturan daerah menyangkut hal tersebut maka dilakukan moratorium pemberian rekomendasi tentang wilayah izin usaha pertambangan yang berlaku sejak tanggal 1 september 2016.

Selanjutnya ditindak lanjuti dengan surat penyampaian Bupati Maros kepada dinas ESDM Provinsi sulawesi selatan nomor 542/2/DMPTSP tanggal 21 desember 2017 pada point ke 3 (ketiga) yang berisikan bahwa segala bentuk permohonan rekomendasi, izin maupun dokumen lain yang terkait dengan usaha pertambangan mineral nom logam dan batuan, tidak lagi menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Maros, tetap di tujukan dan di arahkan ke pemerintah daerah provinsi sulawesi selatan dalam hal ini dinas ESDM provinsi sulawesi selatan.

Dengan terbitnya moratorium Bupati Maros tersebut pada september 2016 lalu secara otomotasi memandulkan aktifitas dinas lingkungan hidup sebagai learning sector dokumen lingkungan, begiti juga dengan DPMTSP yang menangani dan menerbitkan izin lingkungan.

Moratorium bupati seolah menjadi momok bagi para pengusaha tambang di daerah ini.

Salah seorang penambang ilegal pada saat di jumpai faktapers.id yang enggan disebutkan namanya mengatakan, maaf pak pekerjaan saya untuk menghidupi keluarga saya hanya bersumber dari pertambangan sebagai mata pencaharian, tetapi dengan adanya moratorium kami tak kuasa melakukan peningkatan izin dari iup ekplorase ke iup-produksi, sekedar bapak tau bahwa kami ini warga yang mau taat aturan, bukan menabrak aturan seperti mereka, tetapi kami sudah berupaya melakukannya, hanya saja sangat susah untuk memproses lebih lanjut dokumen lingkungan menjadi izin lingkungan.

“Apa yang terjadi saya harus menambang pak, apa pun resikonya, dari pada keluarga saya tidak makan, peduli amat dengan pemerintah, toh bukan mereka yang kasi makan saya,” ucapnya.

Disisi lain team investigasi KPMP Maros kami melakukan berbagai upaya ke Dinas terkait, tapi alasan perkataan seragam bahwa tidak ada yang bisa kami tindak lanjuti terkait segala urusan yang berkaitan dengan tambang.

“Karena Bupati kita masih moratorium pertambangan,” katanya.

Seharusnya pemerintah tidak perlu repot repot melakukan sidak setiap minggu bahkan setiap hari, cukup hentikan sementara. Secara keseluruhan aktivitas pertambangan yang ada di 4 Kecamatan tersebut, kemudian di tata ulang, karena ada tiga permasalahan yang sangat krusial selain moratorium tambang, hanya saja pemerintah daerah tidak peka dengan keadaan itu, antara lain dampak sosial, dampak lingkungan dan lain lain.

Dengan begitu sekalipun kewenangan perizinan di Provinsi tetapi proses administrasi khusus dokumen pendukung dari kabupaten untuk peningkatan izin dapat dilengkapi, melalui kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan Provinsi dalam hal issue lingkungan.

“Harapan kami, bupati dan DPRD lebih peka dan lebih memahami substansi persoalan pertambangan, karena kami yakin tanpa sidak dan main tutup seluruh tambang, permasalahan dapat diselesaikan, sepanjang memahami pokok permasalahannya,” ujar Alfian Palaguna. Hamzan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *