Jakarta, faktapers.id – Selain minim ide dasar kenegaraan, pidato Visi Indonesia yang dibacakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga beraroma orde baru (Orba).
Bertempat di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7/19) lalu, Preside Jokowi bacakan pidatonya bertajuk Visi Indonesia, yakni Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis sebagai metode dasar bernegara.
Menyoal hal ini, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyebut pidato dua periode tersebut minim ide dasar yang mewakili bernegara. “Saya mencoba mendengar dan membuat catatan, pidato Presiden Jokowi 24 menit itu cuma segini aja catatannya,” ungkap Fahri dalam pernyataaan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (16/7/19).
Ia pun menilai, metode dasar bernegara yang disampaikan Jokowi itu sangat berbau semangat pembangunan seperti yang digaungkan saat zaman Orde Baru.
“Terus terang pidato itu seperti yang saya katakan sangat berbau pembangunanisme. Mereduksi narasi besar kita pasca 21 tahun reformasi, yaitu tentang negara sebagai penjamin tegaknya demokrasi dan negara hukum yang demokratis,” ujar Fahri.
Di sisi lain, sambung legislatror Senayan yang kini menjabat pimpinan DPR Koordiantor Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu, di luar prinsip pembangunan berpotensi disingkirkan oleh pemerintah.
Karena, urai Fahri lagi, kalau memakai perspektif pembangunanisme, sepertinya yang dijanjikan sebagai kemajuan ekonomi, maka yang lain-lain dapat dijadikan korban.
“Nah, penilaian saya, pidato ‘pembangunanisme’ ala Jokowi itu mirip dengan trilogi pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah zaman Orde Baru,” lanjut dewan dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Trilogi pembangunan, masih menurut Fahri, seperti stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. “Jadi seperti trauma kita mendengar trilogi pembangunan di zaman Orba dulu,” paparnya.
Menyoroti pidato Jokowi yang menyatakan tidak ada tempat bagi siapa pun yang mengganggu Pancasila, Fahri mengkhawatirkan ideologi tersebut akan digunakan Jokowi untuk ‘memukul’ para pengkritiknya di lima tahun kepemimpinannya ke depan.
“Kemungkinan kita tak bisa diskusi lagi soal itu. Salah satunya adalah pihak oposisi dilarang untuk mengkritik dan menghina kinerja pemerintah. Karena oposisi diberikan syarat-syarat, seperti harus santun, harus sesuai budaya ketimuran, harus tak menghina dan sebagainya, “cetusnya.
Tak hanya mengkritisi, Fahri juga mengajak para pihak yang disebutnya kaum liberal yang sekuler yang selama ini membela Jokowi, jadilah jubir yang baik.
“Bangun narasi yang bisa kita peebincangkan dan perdebatkan dong. Ayolah bela pidato Visi Indonesia itu. Pengen dengar nyanyi kalian, agar bangsa ini segar dengan dialektika,” tantangnya.
Sebab, kata politisi PKS itu, dirinya mengaku tidak paham dengan beberapa poin yang ada dalam visi tersebut. Padahal, setelah pidato Jokowi ia berharap akan banyak juru bicara yang menjelaskan apa makna pidato itu.
“Ayolah yang pinter-pinter muncul dong. Sebab banyak juga yang nggak paham, saya misalnya nggak paham tentang ‘hilangnya’ konsep negara hukum dalam pidato itu,” serunya..
Sebelumnya, presiden bacakan pidatonya berjudul Visi Indonesia membahas soal lima tahapan yang akan dibangun selama lima tahun kepemimpinannya ke depan.
Pertama, melanjutkan pembangunan infrastruktur. Kedua, pembangunan sumber daya manusia. Ketiga, mengundang investasi seluas-luasnya. Keempat, reformasi birokasi. Kelima, jaminan penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran. Oss