Bali, faktapers.id – Kasus pidana yang menjerat I Made Sumantra (74) eks Ketua HIPMI Bali yang menjabat di masa tahun 1980 ini diduga banyak terdapat kejanggalan dan sarat dengan rekayasa hukum.
Keadaan ini dikatakan kuasa hukumnya, I Wayan Adimawan, S.H., M.H, yang kini mendampingi sang kakek dalam upaya kasasi untuk mendapatkan keadilan.
“Ini bisa kita lihat dari awal penanganan kasus ini, dimana penyidik Polda Bali tidak menahan Sumantra lantaran menghormati hak-hak asasi kemanusiaan dan memiliki riwayat medis mengidap jantung sebagai orang tua sudah berusia uzur lebih dari 70 tahun. Namun pihak kejaksaan memiliki pandangan berbeda, terkesan mengabaikan fakta medis dari dokter dan jauh dari rasa kemanusiaan,” ungkapnya, Kamis (4/7/19).
Dia juga memaparkan dalam fakta persidangan juga terdapat banyak keganjilan. Dimana, bukti-bukti otentik dihadirkan kuasa hukum dikatakan justru diabaikan pihak hakim.
“Anehnya, vonis dijatuhkan klein saya lepas dari sangkaan dalam berkas dakwaan terkait tuduhkan memberi keterangan palsu pada akte otentik dalam pasal 266 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun dalam vonis dijatuhkan pengadilan saat itu, terkait surat otentik pasal 263 KUHP dengan vonis 4 tahun penjara dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Ini saja sudah menyimpang dari dakwaan,” terang Adimawan.
Lebih mengherankan ketika pihaknya menyatakan banding pada tingkat Pengadilan Tinggi (PT). Dijelaskan lebih jauh, ketika mengajukan momori banding pada tanggal 23 April 2019, sehari setelah pengajuan tanggal 24 April 2019 majelis hakim sudah menjatuhkan putusan 6 tahun penjara. Pihaknya mengaku terkejut, mengetahui adanya putusan ini dari situs sistem informasi penelusuran perkara (SIPP PN Denpasar).
“Padahal dalam status perkara yang di update sampai tanggal 26 April 2019 masih dalam penerimaan memori banding. Untuk itu saya bersurat ke PT guna meminta salinan resmi agar dapat mengajukan upaya kasasi biar tidak kecolongan lagi,” terangnya.
Perlu diketahui, kasus ini bermula ketika I Made Sumantra melaporkan Frans BS ke Mabes Polri lantaran tidak memenuhi perjanjian kemufakatan atas hak yang seharusnya didapat selama berpuluh-puluh tahun yang dibuat tahun 1993.
Saat proses penyidikan di Mabes Polri masih berlangsung, I Made Sumantra justru dilaporkan balik Frans BS ke Polda Bali, dengan tuduhan memberikan keterangan palsu pada akta otentik. Kasusnya berlanjut hingga dia dijatuhi vonis dan kini dititipkan di lapas Kerobokan.
Belakangan beredar kabar pihak Frans BS kembali menggugat I Made Sumantra dalam gugatan perdata. Dimana, Frans BS sebagai penggugat pertama, sedangkan penggugat kedua PT. Bali Paradise Resort dimana Frans BS berkedudukan sebagai direktur. Gugatan ini dikabarkan masih ada benang merah dengan kasus pidana menjerat I Made Sumantra atas pelaporan Frans BS.
Menurut informasi, gugatan perdata ini dilayangkan pihak Frans BS dengan maksud secara sembunyi. Namun sayang, keadaan ini terendus pihak kuasa hukum I Made Sumantra, sehingga tindakan disinyalir memutus secara sepihak tidak berjalan.
Dari pantauan wartawan pada situs sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, gugatan perdata ini teregistrasi dengan No:414/Pdt.G/2019/PN Dps tertanggal 22 April 2019.
Informasi dari sumber tidak ingin disebut, gugatan perdata dilayangkan terkait dalam permohonan untuk pembatalan adanya pedoman dan kemufakatan dilakukan pihak Frans BS dengan tergugat I Made Sumantra yang dibuat tahun 1993.
Dimana, dalam kemufakatan ini diduga ada hak tergugat ketika itu sebagai pemilik PT. Bali Paradise Resort yang belum direalisasikan penggugat saat dilimpahkan. Disebut-sebut, hak aset I Made Sumantra sebagai tergugat kalau ditaksir saat ini nilainya hingga mencapai triliunan rupiah masih diklaim merupakan penguasaan milik Frans BS. Ans