Legislator PAN: Pemindahan Ibu Kota Ilegal 

804
×

Legislator PAN: Pemindahan Ibu Kota Ilegal 

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Bila tugas presiden dan menterinya tak terhambat selama bekerja di Jakarta, maka pemindahan Ibu Kota tak dibutuhkan. Jika rencana tersebut dijalankan tanpa dibahas di parlemen maka ilegal.

Demikian Sekretaris Fraksi PAN DPR RI, Yandri Soesanto menegaskan. “Lalu pertanyaan berikutnya, apakah selama pak Jokowi memerintah lima tahun terganggu bekerja di Ibu Kota negara, pernah ga di terhambat untuk melaksanakan tugas-tugasnya? Kalau nggak terganggu, ya belum jadi kebutuhan,” ujarnya pada diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Tantangan Regulasi Pemindahan Ibu Kota” di Media Center/Pressroo, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/19).

Yandri pun menyoal pernah tidakknya para menteri Jokowi gagal mengambil keputusan, anggota DPR tersendat dan tersumbat mengambil keputusan selama di DKI Jakarta.

“Justru yang hari ini kata bapak Jokowi SDM menjadi fokus pembangunan, itu akan bertolak belakang. Artinya akan membangun gedung lagi dong, membangun jalan lagi dong di Kalimantan, ga tahu ini, Kalimantan-nya mana, pinggiran, tengah, timur, ga tahu kita dan masih teka-teki juga,” cetusnya.

Yandri menilai, Rp 500 triliun (anggaran pemindahan Ibu Kota-red) itu akan sangat mulia, kalau presiden mempergunakaanya untuk pemerataan ekonomi rakyat kecil. “Kalau sampai saatnya kita DPR ini ga diajak bicara, maka Ibu Kota itu, bisa disebut Ibu Kota ilegal,” tegasnya

Ungkapnya, walaupun Jokowi presiden, semua yang dilakukan atas perintah Undang-undang. “Baik itu UUD turunannya, bisa juga dia (Jokowi) membuat KEPPRES (Keputusan Presiden). Tetapi KEPPRES tak boleh bertolak belakang dengan undang-undang karena Undang-undang lebih di atas dari KEPPRES,” serunya.

Menurut Yandri, tim pemerintah sebaiknya mengirimkan draft rancangan UU tentang pemindahan Ibu Kota, dan kalau sudah dikirim akan dibahas. “Selama pembahasan perintah dari Undang-undang P3 itu kita akan mengundang para akademisi, tokoh masyarakat, menerima masukan dari LSM, media masa, tempat yang dituju apa efek positip dan negatifnya,” urainya.

“Itu perintah dalam membuat Undang-undang, dan harus kami lakukan dan kami tanya juga Daerah Khusus Ibu Kota, DKI Jakarta , bagaimana kalau pindah, apa efek posisitip dan negatifnya, itu tata caranya,” sambung Yandri.

Kalau itu dilalui semua dan pada akhirnya mengambil keputusan setuju atau tidak setuju, lanjut legislator yang kini duduk di Komisi II itu, nanti tunggu di rapat paripurna kalau memang hal itu terjadi. “Tetapi selama Undang-undang itu belum ada, saran saya , pemerintah belum bisa bergerak, belum bisa melakukan tindakan hukum atau menggunakan anggran negara, untuk memulai pembangunan ibukota baru,” tambah Yandri. Oss

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *