Jakarta, faktapers.id – Bila Pemilu 2019 tak menghasilkan oposisi yang kuat maka naik-turunnya demokrasi bukan berterminologi kepada rakyat tetapi elite.
“Kalau ada oposisi yang kuat akan ada demokrasi yang baik. Kalau 2019 yang tidak menghasilkan oposisi yang kuat, maka konsolidasi demokrasi kita punya catatan,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera pada Dialog Kenegaraan “Langkah Demokrasi Republik Indonesia Setelah Usia ke-74” di Media Center/Pressroom, Kompleks Paelemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14//8/19).
Oleh karena itu, sambung dia, demokrasi di Indonesia turun-naik tetapi naik turunnya dan terminan faktor nya bukan masyarakat tapi kita elite.
“81persen masyarakat datang ke TPS, ini angka luar biasa tetapi kalau perilaku elit sesudah pilpres, pileg kemarin tiba-tiba menjadi cloud and announced , kalau di ekonomi itu Rent-seeking ekonomi, menjadi pemburu rente ini menjadi pemburu kekuasaan maka vanishment dari publik kuat,” ungkap Mardani.
Menurutnya, setidaknya akan minima 45 persen pendukung Prabowo menyebrang ke Jokowi. “Itu akan menjadi faktor yang sangat liability bagi demokrasi, bukan aset. Memberati. Karena mereka kecewa , prustasi. Dan bisa jadi dia tidak terkelola dengan baik kedepannya buruk,” cetus legislator PKS itu.
Sambung Mardani, kualitas demokrasi akan sangat ditentukan oleh perilaku elit. “Karena itu titip pesan saya buat diri sendiri dan semua, etika dan logika itu harus betul-betul etika publik, logika publik kita perkuat dan itu nanti biasa. Istilahnya guru kencing berdiri, murid kencing berlari,” pungkasnya.
“Kalau kami berperilaku baik ,secara etika dan logika, publik akan mendukung tapi kalau kami berperilaku tidak patut. Mereka jauh lebih buruk lagi dan jangan salahkan masyarakat,” kata Mardani lagi.
Kedua, lanjutnya, dia juga menyetujui, dari pertumbuhan ekonomi kini ada dalam kondisi dunia yang baru, umpamanya seperti ojek pangkalan-lawan gojek, akan sangat berat karena ekonomi kita tidak segera tumbuh, terkoneksi menjadi ekonomi kreatif yang bukan menjual bahan mentah tetapi bisa memberikan nilai tambah.
“Terakhir kualitas sumber daya manusia. Saya terus terang masih sangat sedih 74 tahun kita, kalau dibuat ranking kualitas pendidikan SD, SMP , SMA kita jauh tertinggal,” ungkap Mardani. Paparnya, jangankan dengan Singapura dengan Malaysia jauh dengan Thailand mulai juga tertinggal.
“Menurut saya kalau kita serius, 74 tahun waktu yang cukup untuk kita membenahi kualitas SDM kita dengan menghadirkan sistem pendidikan berkualitas, yang terjangkau, yang memperkuat kebudayaan Indonesia,” tegas Mardani.
Tak hanya itu, ia juga menyerukan agar jangan pernah berpikir Jawa, Bali bukan menjual pantai, bukan menjual pariwisata, tapi budaya.
“Kualitas pendidikan kita yang memperkuat budaya Indonesia menjadi prasyarat agar kita bisa menjadi negara yang maju,” tandas Mardani. Oss