Jakarta, faktapers.id – Terkait isu rasisme, eskalasi konflik di Papua meningkat. Dampaknya, Rabu kemarin (28/8/19), anggota TNI, sejumlah anggota polri gugur dan warga sipil alami luka berat.
Menyoal hal itu, anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil menegaskan, pemerintah perlu menetapkan status keadaan konflik.
”Pemerintah perlu segera menetapkan status keadaan konflik untuk meredam konflik berkepanjangan,” desaknya di Jakarta, Kamis (29/8/19).
Hal ini di kemukakan Nasir berkenaan dengan aksi demonstrasi di Papua yang berujung kekerasan, mengakibatkan seorang anggota TNI dan lima anggota polri gugur dan warga sipil menderita luka berat di Deiyai, Papua.
“Penetapan status keadaan konflik ini selaras dengan ketentuan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial,” ujar legislaror dari Fraksi PKS itu.
Nasir pun menilai, kerusuhan yang terjadi di Deiyai merupakan imbas dari rentetan kejadian yang sudah berlangsung seminggu belakangan ini, mulai dari aksi di depan istana dengan membawa bendera bintang kejora, isu rasisme yang terjadi di Surabaya.
“Sampai meluasnya aksi solidaritas yang dilakukan warga Papua di sejumlah daerah. Kejadian ini jelas sudah memenuhi kategori konflik sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012,” cetusnya.
Meski begitu, Nasir mengungkapkan rasa prihatin dan dukanya yang mendalam atas gugurnya aparat TNI dan sejumlah anggota Polri yang mengalami luka-luka akibat kerusuhan yang terjadi di Deiyai.
“Saya sangat menyayangkan adanya kerusuhan yang justru mengorbankan aparat TNI dan Polri kita. Seandainya penetapan status konflik sudah dilakukan Pemerintah, mungkin konflik Papua ini tidak akan meluas dan mengakibatkan korban jiwa,” tegasnya.
Tak hanya itu, Nasir juga ini menyebutkan peristiwa konflik Papua menunjukan bukti bahwa proses reintegrasi politik, ekonomi dan sosial budaya di Papua yang dilakukan Pemerintah selama ini belum tuntas.
“Siklus kekerasan akibat reintegrasi yang belum tuntas justru semakin meluas, ini bukti Pemerintah belum menangani akar masalah Papua secara tuntas,” paparnya.
Nasir berharap upaya penyelesaian secara sistematis untuk melakukan penanganan, pencegahan dan penghentian konflik harus segera dilakukan mengikuti skema UU nomor 7 tahun 2012.
Jelasnya, dalam undang-undang tersebut, DPR dan DPRD memiliki peran signifikan untuk memberikan pertimbangan kepada presiden maupun kepala daerah sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan konflik selama status keadaan konflik.
Nasir menyerukan pula agar semua pihak dan aparat penegak hukum melakukan upaya-upaya penyelamatan dan pelindungan korban sesuai dengan tugas,tanggung jawab dan wewenangnya.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera melakukan upaya pemulihan dengan melakukan penyelamatan dan pelindungan korban secara terencana, terpadu, berkelanjutan dan terukur agar konflik segera diakhiri,” demikian Nasir. Oss