Jakarta, faktapers.id – Termasuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan akademisi setuju dengan perubahan Undan-Undang (UU) KPK. Demikian Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengungkapkan.
“Untuk UU KPK, saya kira ini persoalan lama sekali dan permintaan revisi itu sudah datang dari banyak pihak. Termasuk dan terutama itu sekarang dari Pimpinan KPK, dan orang-orang KPK sekarang sudah merasa bahwa ada masalah di UU KPK itu,” ujar Fahri di Jakarta, Kamis (5/9/19).
Sambungnya, DPR tidak pernah berhenti karena ia sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan Presiden. “Dan Presiden sebetulnya setuju dengan pikiran mengubah UU KPK itu sesuai dengan permintaan banyak pihak, termasuk pimpinan KPK, para akademisi dan sebagainya,” paparnya.
Pertama-tama, sambung Fahri, misalnya ada lembaga kuat seperti KPK enggak ada pengawas.
“Kan kita udah tahu kan banyak sekali akibatnya pelanggaran yang ditemukan terpaksa kita tutup. Karena KPK itu kan dianggap sebagai Holycow, istilahnya itu ya nggak boleh salah, dia dianggap harus dianggap suci,” tandas Pimpinan DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu.
Karena, sebut Fahri lagi, kalau mulai dianggap kotor nanti orang istilahnya nggak takut.
“Dianggapnya begitu. Padahal itu sebenarnya perspektif salah tapi intinya adalah di mana ada kewenangan besar harus ada pengawas,” serunya.
Kedua, urai Fahri, soal Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), itu juga aneh, banyak kasus yang orang menjadi tersangka seumur hidup karena KPK tidak tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Padahal seharusnya semua manusia, termasuk penyidik KPK mungkin keliru. Dan ketika dia keliru ya dia keluarkan SP3 sebagai koreksi atas ketidakmampuannya untuk menemukan kesalahan orang,” cetusnya.
“Bukannya malah orang itu terpaksa di salah-salahkan. Ya kan dipaksa bersalah hanya karena KPK nggak boleh mengeluarkan SP3, nggak boleh membebaskan orang yang pada awalnya dituduh. Pasal-pasal yang diubah itu saya kira sudah merupakan permintaan semua orang,” tegas Fahri lagi.
Menurutnya, pimpinan KPK juga tahu akhirnya, banyak penyidik liar, penyidik bekerja yang namanya insubordinasi.
“Semuanya itu karena penyidik itu menganggap dirinya independen dan tidak ada yang ngawasi. Dia nyadap sendiri, nangkap sendiri, ngintip sendiri, menyimpan orang sendiri,” tegas legislator dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Tak hanya itu, Fahri juga menuturkan, saat di Pansus jelas ada penyidik yang memelihara saksi yang disuruh berbohong di ruang sidang, lalu di Entertainment disewakan pesawat khusus, dikasih duit dan sebagainya.
“Itu skandal besar itu dalam kebaikan ini. Nah ini waktunya memang untuk merevisi dan saya kira dari pembahasan yang sudah dilakukan bertahun-tahun DPR tentu menawarkan kepada pemerintah, dan apabila pemerintah setuju maka ini bisa segera menjadi revisi yang ditunggu-tunggu sudah 15 tahun,” imbuhnya. Oss