IDEAS: (Mimpi) Anggaran Untuk Rakyat, Mengukir Asa, Melambung Utang

781
×

IDEAS: (Mimpi) Anggaran Untuk Rakyat, Mengukir Asa, Melambung Utang

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Di Indonesia, berdasarkan konstitusi, negara adalah “development agents” yang tidak hanya mendorong equality of opportunity, namun juga secara aktif berupaya menegakkan keadilan sosial (equality of outcome).

Implikasinya, negara berperan penting dalam penyediaan barang dan jasa publik (provider state) menuju unconditional welfare state, dengan kebijakan fiskal (keuangan negara) secara aktif menjalankan fungsi redistribusi pendapatan untuk keadilan sosial.

Namun kenyatanya, dalam beberapa tahun belakangan ini, kebijakan pengelolaan APBN menunjukan politik anggaran yang begitu permisif terhadap utang.

Kebijakan keuangan negara selalu ditutupi dengan hutang, termasuk untuk menopang belanja negara. Bahkan keberpihakan APBN untuk rakyat sangat rendah.

“Stok utang pemerintah terus menggelembung, dari Rp 1,586 triliun pada Juli 2009 menjadi Rp 4,604 triliun pada Juli 2019”, papar Yusuf Wibisono, direktur Indonesia Islamic And Development Studies (IDEAS) dalam diskusi kebijakan publik dengan tema ‘(Mimpi) Anggaran Untuk Rakyat, Mengukir Asa, Melambung Asa’ disebuah restiran bakso dikawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan (16/09/2019).

Menurut Yusuf ada kecenderungan yang sangat mengkhawatirkan dari perubahan utang pada pemerintah ini. Bila pada periode Juli 2009 – Juli 2013 perubahan bulanan stok utang rata-rata bertambah Rp 8,97 triliun per bulan, maka pada periode Juli 2013 – Juli 2019 perubahan bulanan utang pemerintah meningkatkan rata-rata menjadi Rp 35,17 triliun per bulan, melonjak hampir 4 kali lipat. Bahkan Ia pun memproyeksikan bahwa stok hutang pemerintah pada awal tahun 2020 akan menyentuh Rp 5 ribu triliun dan pada ahir 2022 akan menembus Rp 6 ribu triliun.

Disiplin Fiskal yang rendah membuat ketergantungan pada utang terus meningkat. Pemerintah cenderung mengatakam bahwa dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat diperlukan pendanaan yang sangat besar. Sehingga utang selalu dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran. Sehingga utang selalu meningkat dan terakumulasi dari waktu ke waktu.

“Coba perhatikan, beban bunga utang negara melonjak tiga kali lipat antara tahun 2010 – 2018. Dari Rp 88,4 triliun menjadi Rp 258 triliun. Pada saat yang sama, pembayaran cicilan pokok utang berlipat hampir empat kali dari Rp 127 triliun menjadi Rp 460 triliun. Melonjaknya stok utang dalam lima tahun terakhir ini dikarenakan rendahnya kinerja Pemerintah dalam penerimaan perpajakan. Dengan tax rasio yang rendah hanya dikisaran 10 persen dari PDB mengindikasikan besarnya potensi pajak yang hilang sekitar 3 hingga 5 persen dari PDB per tahun”, terang Yusuf Wibisono yang juga menjadi Staf Pengajar FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia). Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *