Kendari, Faktapers.id ‐‐ Tindakan intimidasi oleh aparat kerap terjadi. Kali ini terjadi pada 9 jurnalis yang mendapatkan perlakuan intimidasi oleh aparat kepolisian saat meliput demo mahasiswa yang berujung ricuh di depan Mapolda Sulawesi Tenggara, Kendari, Selasa (22/10).
Bahkan, selain diintimidasi, satu dari sembilan jurnalis mendapatkan teror melalui aplikasi pesan, Whatsapp.
“Kebanyakan, mereka mendapatkan intimidasi, persekusi dan pelarangan peliputan saat polisi mengamankan sejumlah massa aksi,” ungkap Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Rosniawanti Fikri Tahir, Rabu (23/10).
Sembilan jurnalis yang mendapat intimidasi itu adalah Ancha (Sultra TV), Ronald Fajar (Inikatasultra.com), Pandi (Inilahsultra.com), Jumdin (Anoatimes.id), Mukhtaruddin (Inews TV), Muhammad Harianto (LKBN Antara Sultra), Fadli Aksar (Zonasultra.com), Kasman (Berita Kota Kendari), dan Wiwid Abid Abadi (Kendarinesia.id).
Ancha menyebutkan diintimidasi salah seorang diduga oknum polisi berpakaian sipil. Saat meliput, ia diminta untuk menghapus rekaman video saat salah satu anggota TNI dievakuasi dari lokasi kericuhan.
“Polisi sempat tanya saya, anda siapa. Saya langsung jawab, saya jurnalis sambil memperlihatkan ID card. Namun, polisi itu memaksa untuk menghapus. Karena terancam, saya hapus rekaman di handycam,” bebernya di Sekretariat AJI Kendari.
Begitu juga Jurnalis Berita Kota Kendari Kasman, juga mendapatkan perlakuan yang sama. Saat meliput, ia dilarang mengambil gambar saat polisi saat menghajar salah satu massa aksi di samping gerbang keluar Mapolda Sultra.
Muhammad Harianto (LKBN Antara Sultra) dan Ronald Fajar (Inikatasultra.com) yang turut meliput di lokasi itu mendapatkan intimidasi dari aparat saat mengambil gambar polisi yang menyeret salah satu massa aksi di depan gerbang BTN Azatata.
“Saat itu, polisi sempat mengevakuasi warga yang terpapar gas air mata. Kami sempat mengabadikan peristiwa itu. Namun, di waktu bersamaan, polisi mengamankan salah satu massa aksi. Kami mengira yang diseret itu adalah warga yang pingsan terkena gas air mata. Ternyata, salah satu mahasiswa yang sudah babak belur,” terang Ronald.
Selanjutnya mengetahui perbuatan mereka direkam dua jurnalis itu, polisi lalu mengejar keduanya. Harianto dipaksa menyerahkan ponselnya, lalu video yang baru saja direkam dihapus polisi. Selain menghapus video, wajah Harianto juga sempat direkam aparat tersebut dengan nada mengancam.
“Awas saya tandai kau,” kata Harianto menirukan pernyataan oknum polisi tersebut.
Ronald Fajar (Inikatasultra.com) juga mendapatkan intimidasi serupa. Oknum polisi memaksa Ronald membuka mode kunci ponsel untuk dihapus seluruh foto dan rekaman video saat demonstrasi terjadi.
“Semua rekaman saya terhapus. Setelah polisi tersebut pergi, salah seorang polisi berpakaian provost kembali mendatangi saya memastikan video tersebut sudah dihapus,” kata dia.
Intimidasi terhadap Ronald masih berlanjut pada malam harinya. Saat berada di sebuah warung kopi untuk menulis berita liputan demo, ia mendapat pesan Whatsapp dari nomor tak dikenal. Oknum itu menanyakan alamat tempat tinggalnya dan mengatakan ada yang perlu dibicarakan. Ronald menjawab sekenanya sambil menanyakan identitas orang asing itu.
“Dia sempat telpon saya, tapi saya tidak angkat. Dia lalu kirim lagi pesan dan mengirim foto saya. Katanya, ini saudara ya,” ujar Ronald.
Selain mengirim foto, oknum itu juga mengetahui tempat kos Ronald di sekitar kawasan Bundaran Kantor Gubernur Sultra.
“Saya jadi khawatir dan trauma akan keselamatan,” tuturnya.
Hal yang sama dialami tiga jurnalis: Pandi, Wiwid Abadi dan Fadli Aksar. Ponsel milik Pandi sempat direbut aparat kepolisian, namun ia mencoba mempertahankannya. Sedangkan Wiwid dan Fadli ditekan polisi disertai dengan tindakan memukuk-pukul pentungan ke tameng.
“Pas kami lewat depan mereka, hati-hati tulis berita e. Sambil pukul-pukul itu tamengnya,” kata Wiwid Abid Abadi.
AJI dan IJTI Mengecam
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam penghalangan kerja jurnalis oleh aparat kepolsian, saat meliput demonstrasi di Mapolda Sultra, Selasa 22 Oktober 2019 lalu.
Kedua organisasi itu menilai jurnalis dilindungi undang-undang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. “Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999,” kata Sekretaris AJI Kendari, Rosniawanti Fikri Tahir, dalam siaran resmi yang diterima, Kamis (24 Oktober 2019).
Rosniawanti menyebutkan dalam Pasal 2 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 menegaskan, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
“Dalam Pasal 4 ditegaskan, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,” kata Rosniawanti menegaskan.
Dalam aturan itu, lanjutnya, kemerdekaan pers sanagat dijamin dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Sedangkan bagi pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalis, melanggar Pasal 18 ayat 1 yakni, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Lima ratus juta rupiah.
Ketua Ketua IJTI Sultra, Asdar Zuula menuding tindakan oknum kepolisian tersebut sebagai bentuk pelanggaran undang-undang. Maka kami mendesak Kapolda Sultra, Brigjen Pol Merdisyam, mengusut dan memberi sanksi kepada anggotanya yang menghalangi kerja-kerja sejumlah jurnalis saat peliputan,” kata Asdar.
Menurut dia, tindakan sejumlah oknum polisi yang menghalangi, mengintimadasi dan kekerasan terhadap jurnalis melanggar Pasal 18 ayat 1, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
“Kami mengutuk tindakan teror terhadap jurnalis inikatasultra.com, Ronald Fajar, diduga dilakukan oknum polisi,” katanya.
Ia mengimbau polisi dan semua pihak menghormati tugas jurnalis saat melakukan peliputan di lapangan, karena dilindungi undang-undang. Sedangkan kepada semua jurnalis, agar memperhatikan keselamatan saat melakukan peliputan dan menaati kode etik jurnalistik. */Uaa:fp03