Cegah Stunting Pada Anak, Orang Tua Cukup Lakukan 5 Hal

644
×

Cegah Stunting Pada Anak, Orang Tua Cukup Lakukan 5 Hal

Sebarkan artikel ini
IMG 20191102 WA0011

Jakarta, faktapers.id – Pada 5 Februari, tahun yang lalu, status peristiwa Kejadian Luar Biasa (KLB) di Asmat, Provinsi Papua dicabut. Namun hingga kini penyebab KLB masih terjadi. Pada KLB tersebut tercatat korban meninggal mencapai 72 anak-anak, yakni 66 karena campak, dan enam karena gizi buruk.

Selama KLB, berbagai penanganan kesehatan dilakukan pemerintah Indonesia. Antara lain memberikan vaksinasi terhadap lebih dari 10.000 anak Asmat yang ada di 224 kampung di 23 distrik, dan perawatan para korban di RSUD Agats.

Kasus KLB Gizi Buruk di Asmat menjadi salah satu pembelajaran bahwa Indonesia masih mengalami beban ganda malnutrisi pada anak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan 17,7 persen bayi usia di bawah lima tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9 persen dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8 persen.

Permasalahan Gizi buruk tersebut banyak mengakibatkan balita (bawah usia lima tahun) mengalami “Stunting”. Yakni tinggi badan balita di bawah standar menurut usianya.

Menurut data, prevalensi balita yang mengalami stunting sebesar 30,8 persen, turun dibanding hasil Riskesdas 2013 sebesar 37,2 persen. Meski tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah target RPJMN 2019 yakni 28 persen dan rekomendasi WHO (World Health Organization), yang mensyaratkan prevalensi stunting kurang dari 20 persen. Hal itu berarti stunting Indonesia masih tergolong kronis, dimana satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting.

Kasuistik Stunting pada balita harus menjadi perhatian khusus. Sebab hal itu dapat menghambat perkembangan anak, gangguan perkembangan otak, intelegensia (IQ) rendah dan daya tahan tubuh menurun. Tapi, Stunting juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas di kemudian hari. Namun, yang perlu diingat adalah, efek stunting dapat dicegahturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Jika anak perempuan yang terlahir kekurangan gizi dan menjadi kerdil (ukuran badannya) pada masa kanak-kanak maka ia akan tumbuh menjadi ibu yang kekurangan gizi juga yang pada gilirannya melahirkan bayi yang kekurangan gizi pula. Nah, siklus ini akan berulang jika tak diputus dengan intervensi yang tepat.

Menurut Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SP. A(K) kasus Stunting masih bisa dicegah dengan cara pemberian dan pemenuhan gizi. Hal itu bisa dimulai saat ibu terdeteksi hamil. Sedangkan pada balita asupan gizi dan rangsangan pertumbuhan otaknya harus sering juga diberikan stimulasi.

Stunting masih bisa dicegah dengan pemberian dan pemenuhan gizi. Hal itu bisa dimulai saat ibu terdeteksi hamil. Sedangkan pada balita asupan gizi dan rangsangan pertumbuhan otaknya harus sering juga diberikan stimulasi. Jangan memberikan stimulasi pada anak dengan memberikan Gadged. Karena gadget tak mampu merangsang pertumbuhan otak anak.

Perlakuan itu samasekali contoh yang buruk. Lakukan komunikasi antara orang tua dengan balita yang benar seperti bercanda atau memberi tebak-tebakan dab seterusnya. Sehingga otak anak akan terangsang dan berkembang”, papar Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SP. A(K) pada acara launching buku dan diskusi publik ‘Duka Asmat Belum Berlalu’, di Jakarta Selatan, Jumat, (1/11/2019).

Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SP. A(K) yang juga pengajar di Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa ada 5 upaya dalam membentuk anak Indonesia yang unggul. Yakni dengan memberikan makanan yang seimbang dan cukup seperti ASI, MPASI, hingga sarapan pagi. Cara cegah penderitaan juga bisa dimulai dari kebersihan makanan hingga imunisasi secara teratur. Setelah hal itu dilakukan, para orang tua juga harus menstimulasi dan memberikan kasih sayang setiap hari serta pantau pertumbuhan hingga perkembangannya.

“Permasalahan stunting, memiliki penyebab yang kompleks, sehingga upaya penurunannya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun memerlukan kolaborasi berbagai sektor termasuk lembaga swasta. Meskipun stunting ini sifatnya tidak bisa dibalikkan, namun dapat dicegah yakni dengan meningkatkan nutrisi bagi wanita dan anak-anak dalam 1.000 HPK (hari pertama kehidupan) mulai dari kehamilan hingga anak usia dua tahun”, pungkas Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SP. A(K). Herry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *