Jakarta, faktapers.id – Upaya untuk menurunkan angka kekerasan pada anak Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA) gelar Jambore Nasional Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang diikuti oleh 560 pegiat pelindungan anak dari 34 provinsi di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 25-29 November 2019.
Deputi Pelindungan Anak KPPPA, Nahar mengatakan bahwa program PATBM ini dibentuk sebagai tanggapan atas kasus kekerasan terhadap anak yang masih tinggi di masyarakat. Melalui gerakan itu, Kementerian mengajak semua unsur masyarakat untuk terlibat dalam usaha untuk mencegah, menanggapi, menerapkan pelindungan dan menyelesaikan masalah kekerasan yang terjadi pada anak.
Mengakhiri rangkaian acara Jambore Nasional tersebut, KPPPA mengukuhkan para pegiat Pelindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sebagai Kader Masyarakat Indonesia Bersama Lindungi Anak (Kami Berlian) sekaligus meluncurkan aplikasi digital.
Pengukuhan pegiat PATBM dilakukan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Puspayoga yang disaksikan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto pada penutupan Jambore Nasional Kami Berlian di Ancol, Jakarta, Rabu malam (27/11/2019).
“Pengukuhan Kami Berlian ini merupakan salah satu cara kami untuk melakukan gerakan masyarakat yang lebih masif, sehingga tidak ada anak yang luput dari pelindungan”, ujar Nahar.
Nahar juga mengatakan bahwa aplikasi digital ‘Kami Berlian’ merupakan salah satu alat kerja untuk para kader ‘Kami Berlian’ di wilayah masing-masing.
Jika ditemukan permasalahan dan pelanggaran hak anak, para kader ‘Kami Berlian’ bisa melaporkan melalui aplikasi digital tersebut.
“Aplikasi tersebut terhubung dengan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak atau Simfoni PPA sekaligus akan menjadi data. Dan, aplikasi ‘Kami Berlian’ juga terhubung dengan unit pelaksana terpadu daerah sehingga pemerintah daerah bisa memantau permasalahan dan pelanggaran hak anak di wilayahnya”, ujar Nahar lagi.
Nahar menjelaskan, bila PATBM tidak bisa menyelesaikan permasalahan sendiri, maka unit pelaksana terpadu daerah akan turun untuk membantu dan melakukan intervensi.
Nahar mengakui salah satu permasalahan yang kerap dihadapi anak Indonesia adalah kekerasan fisik, psikis, maupun seksual.
“Meski grafik pelaporan tindak kekerasan terhadap anak yang masuk ke KPPPA menurun tapi angkanya masih cukup tinggi. Survei yang dilakukan KPPPA pada 2018 menemukan dua dari tiga anak pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya”, pungkas Nahar. Herry