Makassar, faktapers.id – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (APR) menggelar aksi unjuk rasa di depan Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIMIK) AKBA, Jalan Perintis Kemerdekaan Kilometer 9 Makassar. Senin (16/12/2019).
Massa berasal dari berbagai organisasi yang bergabung dalam APR, yakni Badan Eksekutif Mahasiswa STIMIK AKBA, HIMTI, HMM FT-UIM, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Pemuda Baru (PEMBARU) Indonesia, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), dan beberapa Mahasiswa STIE AMKOP.
Aksi ini dilakukan untuk menuntut pembatalan sanksi Drop Out terhadap 11 orang pimpinan lembaga kemahasiswaan di STIMIK AKBA. Mereka diantaranya, Misbahuddin (Presiden BEM), Hisbullah Latif (Ketua HIMTI), Wahyu (Ketua Himasisfor), Hardi Saleh (Ketua PMKO), Iksan Umar (Ketua MPM), Naufal Hadsiq (Staff kesekretariatan BEM), Doni Elyona (Kemendagri BEM), Fathur Rahman Nasir (Kabid Kesekretariatan HIMTI), Resko (Kabid IPTEK HIMTI), Syukran Abbas (Dimisioner pengurus HIMTI), Rais Ayyub (Sekjen BEM)
Mereka mendapatkan Sanksi DO karena mempertanyakan pelarangan penggunaan aula kampus untuk kegiatan kemahasiswaan serta menolak keputusan sepihak pimpinan kampus yang melarang aktivitas malam. Surat Keputusan Drop Out (SK DO) terbit pada tanggal 13 Desember 2019, dan diberikan kepada Mahasiswa pada kamis malam, 14 Desember 2019 melalui Satpam kampus.
Massa aksi APR menilai bahwa sanksi DO tersebut tidak sah dan cacat hukum karena tidak memiliki alasan jelas, dalam SK DO yang diterima tidak dicantumkan alasan mengapa sanksi tersebut dikeluarkan.
Prosesnya juga dinilai sangat singkat dan bertentangan dengan aturan pemberian sanksi yang diatur dalam Kode Etik Mahasiswa STIMIK AKBA, dimana sebelum pemberian sanksi minimal terdapat teguran lisan, tertulis, dan peringatan. Para korban juga tidak diberikan kesempatan untuk mengklarifikasi dan melakukan pembelaan atas tuduhan apapun yang diarahkan ke mereka.
Dalam aksi ini, APR menuntut dicabutnya SK DO terhadap kesebelas mahasiswa STIMIK AKBA, mengecam tindakan anti demokrasi pimpinan STIMIK AKBA, menuntut jaminan kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pendapat, serta menuntut pencabutan kebijakan pelarangan aktivitas malam.
Pimpinan STIMIK AKBA juga mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan kegiatan akademik sejak 13 Desember 2019 hingga 01 Januari 2020, hal ini dinilai oleh Misbahhuddin, Ketua BEM STIMIK AKBA yang juga merupakan salah satu korban DO sebagai upaya pimpinan kampus untuk meredam penolakan mahasiswa atas sanksi DO yang dikeluarkan.(anchank)