Singaraja.Bali, faktapers.id – Dalam rangka membangun pemahaman dan strategi untuk antisipasi terorisme guna mewujudkan Harkamtibmas jelang Nataru 2019, Polda Bali menggelar giat Focus Group Discussion ( FGD) di Buleleng.
Kegiatan yang dihadiri dari unsur pemuda, tokoh agama, instansi pemerintahan Buleleng, Dosen, Menwa dan Mahasiswa, Karangasem dan Buleleng yang diselenggarakan di aula Krisna oleh-oleh Temukus kecamatan Banjar, Selasa (17/12) pukul 11.00 wita dengan 3 narsum
Kompol Angga Dewantoro Bashari dari CTOC DEN 88, Drs Ida Bagus Ludra dari Kominfo Bali, FKUB Bali Haji Muhamad Taufik Ashadi.
Diskusi FGD juga dalam giat tersebut hadir jajaran Polres Buleleng,Polres Karangasem Dandim 1623 Karangasem dan Dandim 1609 Buleleng serta seluruh para Kapolsek, Danramil dari jajaran Karangasem dan Buleleng.
Kasubdit Bhabinkamtibmas Direktorat Binmas Polda Bali, AKBP Dewa Nyoman Megawasa dikonfirmasi Faktapers.id setelah menggelar diskusi menjelaskan, “FGD ini untuk menjaga Harkamtibmas di Bali menjelang perayaan Nataru 2019/2020 dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Potensi gangguan dalam perayaan Natal ini tetep ada tetapi dari direktorat Bimas Polda Bali tetap melakukan upaya preventif dengan mendekati tokoh-tokoh agama,”ujar AKBP Dewa Nyoman Megawasa
Diskusi tangkal radikalisme malah sejumlah peserta mengaku kecewa dengan acara tersebut. Bahkan beberapa tokoh mengaku tidak puas dan menganggap acara itu tak efektif.
Seperti disampaikan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Buleleng,H.Maksum Amin.Menurutnya,acara sepenting tidak tepat dilakukan dengan cara terbuka dan melibatkan banyak orang.Pasalnya,menurut Ketua Mustasyar Pengurus Cabang NU Buleleng ini,apa yang menjadi tujuan tidak tepat sasaran alias mubazir.
“Saya merespon positif acara (FGD) ini. Tapi apa yang menjadi tujuan sangat kecil tercapai, tidak menyentuh objeknya,” ujar Ustad Maksum usai acara.
Sebaikanya, menurut ustadz Maksum, volume kegiatan dipersempit dengan mengajak tokoh dan simpul masyarakat yang memiliki basis massa jelas.Sehingga hasil diskusi dapat ditransfer kepada massanya.
“Pembicaraan narasumber jangan dibatasi sehingga audiens secara utuh akan dapat menangkap pesan yang disampaikan terkait pemberantasan terorisme,”imbuhnya.
Dan yang terpenting katanya,tidak ada diskriminasi antar umat beragama bahwa hanya satu agama yang dianggap menjadi sarang teroris dan kelompok radikal.
“Agama bukan sarang teroris maupun sarang kelompok radikal.Pemahaman ini yang diluruskan agar tidak menyasar satu agama tertentu saja.Bahwa semua pemeluk agama bisa saja berpotensi menjadi teroris maupun bertindak radikal,”tegasnya.(des)