Ketua MPR: Pemilihan Langsung Bukan Aspirasi

695
×

Ketua MPR: Pemilihan Langsung Bukan Aspirasi

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Pemilihan langsung dalam sistim politik membuat Indonesia terjebak dalam demokrasi angka-angka. Sehingga aspirasi kelompok minoritas tak terwakili.

“Sepanjang kita memilih dan memutuskan sistem politik adalah pemilihan langsung, maka sejak itulah kita terjebak sampai hari ini kepada demokrasi angka-angka. Siapa yang angkanya lebih, itulah yang menang,” ujar Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo pada Diskusi Empat Pilar: “Refleksi Akhir Tahun MPR 2019” di Media Center/Pressroom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/19).

Menurut politisi Golkar yang akrab disapa Bamsoet itu, sama halnya saat dua kelompok mati-matian saling serang ketika menjelang terakhir menunggu hasil pengumuman KPU dan Bawaslu Pilpres kemarin, yakni hanya menunggu soal angka, bukan soal aspirasi.

“Lalu pertanyaannya, siapa yang bisa mewakili aspirasi kelompok-kelompok minoritas, kelompok kecil, anak-anak suku Baduy, kelompok agama yang yang tidak besar? Siapa di parlemen ini, DPD bicara daerah, MPR atau DPR bicara juga keterwakilan daripada daerah juga sebetulnya. Jadi belum ada belum ada yang mewakili kelompok,” ungkapnya.

Dulu ketika belum reformasi, papar Bamsoet, ada yang namanya utusan golongan. “Saya mendapat kesan dan pesan dari pimpinan Muhammadiyah perlunya dipikirkan kembali adanya utusan golongan yang mewakili keterwakilan dari kelompok dokter,” sambungnya.

Kelompok fungsional maupun kelompok wartawan, kata Bamsoet lagi, harusnya ada di parlemen yang menyuarakan kepentingan wartawan, kesejahteraan wartawan juga tugas-tugas wartawan.

“Nah ini belum ada. Apakah kalian temen-temen terwakili? Saya wartawan tetapi saya tak akan pernah bisa mewakili kepentingan wartawan, karena saya lebih kepada kepentingan konstituen, itu kira-kira refleksi sepanjang kita memilih sistem politik dan sistem demokrasi yang sudah kita putuskan,” urainya.

Sepanjang tahun 2019, aku Bamsoet, ia sebenarnya bermimpi bisa meningkatkan legesi, sebagai ketua DPR, KUHP, tapi kemudian situasi kemudian berubah.

“Karena ada penolakan dari masyarakat dan kemudian saya harus menahan diri untuk meng-hold keputusan RUU KUHP itu untuk diteruskan kepada priode yang sekarang,” cetusnya.(OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *