Jakarta, faktapers.id – Kebanyakan kreditur selalu mempertanyakan aturan hukum ketika terjadi perselisihan dengan debt colector. Apalagi, tidak jarang tarik menarik paksaan kerap terjadi terhadap barang yang menjadi tanggungan si kreditor baik itu motor maupun mobil.
Maka dari itu, perlu diketahui, anda sebagai para kreditor harus memahami mengenai perjanjian yang tersirat dalam perjanjian fidusia.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.
“Pada permasalahan ini anda perlu mengetahui terlebih dahulu, apakah motor tersebut sudah dijaminkan fidusia atau tidak,” ucap praktisi hukum Umar Abdul Aziz S.Pd, SH, Minggu(22/12/2019).
Umar yang juga berprofesi sebagai lawyer ini menjelaskan, apabila transaksi tidak diaktakan notaris dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, maka secara hukum perjanjian fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial dan dapat dianggap sebagai hutang piutang biasa.
Sehingga perusahaan leasing tidak berwenang melakukan eksekusi, seperti penarikan motor sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Selain itu eksekusi yang dilakukan harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Pihak leasing tidak berwenang melakukan eksekusi penarikan motor tersebut. Eksekusi haruslah dilakukan oleh badan penilai harga yang resmi atau Badan Pelelangan Umum. Jika terjadi penarikan motor oleh pihak leasing tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, itu merupakan perbuatan melawan hukum,” tukasnya.
Umar memaparkan, pada tahun 2012, peraturan larangan penarikan secara paksa terhadap nasabah yang memiliki tunggakan oleh leasing telah dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012.
“Tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci motor, dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan,” ujarnya.
Kategori itu ungkap Umar, sudah tercantum pasal 368 KUHP. “Selain itu, tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap hak anda sebagai konsumen seperti tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” bebernya.
Namun Umar menegaskan, terkait hutang yang dimiliki tetap harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian.
“Langkah penyelesaian terhadap permasalahan tersebut dapat ditempuh melalui mediasi sebagai upaya alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Kemudian, kemudian jika terjadi penarikan paksa, maka anda bisa melaporkan karena perbuatan tindak pidana perampasan kendaran ke pihak kepolisian. Anda juga dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri terkait penarikan sepeda motor secara paksa,” tutup Umar mengakhiri pembicaraan.(hw)