Kemen PPPA Ajak BPS Susun Data dan Informas

×

Kemen PPPA Ajak BPS Susun Data dan Informas

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menyusun data dan informasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dipublikasikan dalam 4 (empat) buku. Yakni, Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Profil Perempuan Indonesia, Profil Anak Indonesia serta Publikasi Statistik Gender Tematik dengan tema Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia.

“Hasil data dan informasi ini diharapkan dapat mengubah pola pikir masyarakat agar lebih sensitif terhadap isu gender dan anak serta kondisi perempuan dan anak di Indonesia. Data ini juga diharapkan dapat membuka wawasan dalam penyusunan perencanaan program, kebijakan, kegiatan dan anggaran yang responsif gender dan peduli anak”, papar Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu dalam Seminar Publikasi Data dan Informasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2019, di Jakarta, (3/12/2019).

Dalam diskusi yang mengangkat tema ‘Data Gender dan Anak Memajukan Indonesia’ tersebut, Pribudiarta menegaskan bahwa data gender dan anak juga merupakan bahan evaluasi untuk mengetahui dampak dari kebijakan dan program pembangunan. Baik untuk laki-laki maupun perempuan, termasuk anak. “Apakah pemerintah sudah berhasil atau belum dalam mengelola SDM khususnya dalam pembangunan terkait perempuan dan anak. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan komitmen semua pihak dalam peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan data gender dan anak di dalam pembangunan,” jelas Pribudiarta.

Pribudiarta juga menyampaikan, jika dilihat dari data Profil Perempuan Indonesia 2019, terlihat bahwa perekonomian masih didominasi oleh laki-laki. Hal itu tergambar dari angka tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang masih jauh lebih rendah yaitu 51,88% dibandingkan angkatan kerja laki-laki sebesar 82,69 persen. Rata-rata upah gaji bersih sebulan pekerja perempuan pun masih lebih rendah yaitu sebesar 2,39 juta dibandingkan upah gaji laki-laki sebesar 3,06 juta rupiah.

“Pada 2017, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 10 negara ASEAN dan termasuk salah satu negara ASEAN di bawah nilai rata-rata dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan pembangunan antara perempuan dan laki-laki di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya. Namun, meskipun lambat, pembangunan gender di Indonesia secara terus menerus sejak 2010 mengalami peningkatan, pada 2018, IPG Indonesia sebesar 90,99″, tutur Pribudiarta lagi.

Berdasarkan hasil kajian terkait data gender dan anak ini, ada 5 (lima) isu yang harus menjadi perhatian pemerintah ke depan, yaitu Indeks Pembangunan Gender terkait tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan, peran orangtua dalam keluarga untuk memastikan pengasuhan anak berjalan dengan baik, bagaimana keluarga memiliki elastisitas yang kuat dalam menerapkan isu gender dan anak, isu anak yang terpaksa bekerja, serta isu perkawinan anak.

Sementara itu Sri Soelistyowati, Deputi Neraca dan Analisis BPS mengungkapkan bahwa 4 (empat) kajian data dan informasi gender dan anak yang dipublikasikan ini memuat 6 dari 17 indikator SDGs. Diantaranya yaitu tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, dan kelembagaan yang tangguh.

“Pada 2030, kita harus bisa menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan khususnya masyarakat miskin dan rentan memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar. Melalui metode Human Opportunity Index (HOI), kami mengukur peluang individu berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor pendidikan. Pendidikan yang baik diharapkan bisa memberikan pekerjaan dan hidup yang lebih layak sehingga kemiskinan bisa dikurangi atau ditinggalkan sama sekali”, tutur Sri.

Sri juga mengungkapkan terkait indikator kedua yang bertujuan menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan terlihat dari menurunnya angka stunting pada balita yang semula 30,8 persen menjadi 27,7 persen di 2019.

“Perlu usaha keras untuk terus menurunkan stunting di Indonesia, hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena menyangkut masa depan generasi bangsa. Kebutuhan gizi perempuan dan ibu hamil juga harus harus terpenuhi agar tujuan pembangunan bisa tercapai”, pungkas Sri. Herry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *