Makassar, Faktapers.id – Negara Indonesia adalah negara hukum. Demikian bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945 setelah diamandemen ketiga, yang disahkan 10 November 200. Penegasan konstitusi ini bermakna bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Untuk mewujudkan negara hukum, salah satunya diperlukan perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan keadilan disegala aspek kehidupan rakyat, melalui peraturan perundang-undangan dengan tidak mengesampingkan fungsi yurisprudensi.
Artinya hal ini memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai peranan penting dalam negara hukum Indonesia.
Menyikapi hal ini, aksi demo kembali digelar Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum (AMPH-Sulsel) di Kejati Sulsel dan Swiss Bell Hotel terkait Mafia Tanah, Senin (30/12/19.
Jendral lapangan aksi demo, Alfian Palaguna mengatakan, korupsi bukanlah hal baru di negara ini dan seakan tidak ada habisnya. Meski tidak sedikit pelaku korupsi yang sudah dijatuhi hukuman ataupun sementara berstatus tersangka yang menghalalkan segala cara agar dapat terlepas dari jerat pidana. Mereka selalu saja beranggapan memberi sesuatu imbalan merupakan hal yang wajar dan lumrah untuk dilakukan.
Menurut Alfian Palaguna mengapa demikian terjadi !. Karena perbuatan tersebut telah sering dan berulang-ulang kali dilakukan, yang kemudian menjadi sebuah kebiasaan yang sulit di hindari dan dihilangkan dalam kehidupan masyarakat kita.
” Ingatkah dengan nama jentang soedirjo Aliman, dan mafia tanah bernama Kentang,” teriak Damkers pada orasi, selaku Korlap Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum AMPH.
Damkers menyebutkan Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan, saat ini kembali dihebohkan dengan kasus korupsi penyewaan lahan negara yang terletak di Kecamatan Buloa Makassar, atau kasus korupsi Proyek Pelabuhan Makassar Newport Soedirjo Aliman atau Jentang.
“Pengusaha yang kerap terlibat dalam perkara sengketa lahan di Makassar kembali bebas, setelah pihak kejaksaan Tinggi Sulsel memberi bonus penangguhan penahanan dengan alasan sakit, diselimuti rasa kemanusiaan,” bebernya.
“Ingatkah Soedirjo Aliman alias Jentang pernah berstatus daftar pencarian orang (DPO) di kasus tersebut. Serta tidak bersifat koperatif saat pemeriksaan. Buronan uang negara itupun tertangkap di sebuah hotel berbintang di Jakarta selama menjadi buronan kurang lebih 2 tahun. Tepatnya 17 Oktober 2019 berkat kesigapan tim tabur intelejen kejaksaan agung berhasil ditangkap lagi,” tambah Damkers.
Menurutnya apresiasi positif yang dilakukan oleh kejaksaan agung melalui tim tabur intelejen kejaksaan agung sangat berbanding terbalik dengan kinerja dan keputusan tim Kejaksaan Tinggi Sulsel, yang dengan leluasa memberi penangguhan penanganan kepada Soedirjo Aliman alias Jentang.
Soedirjo Aliman alias Jentang dijerat dengan pasal 2 UU No 31 tahun 1999 Jo UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) KUHP Serta pasal 3 dan 4 ditambah UU No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
“Soedirjo Aliman alias Jentang yang juga salah satu pengusaha perhotelan di Makassar merupakan buronan ke 345 dalam program tabur 31.1 Kejagung. Kini Ia kembali merasakan udara segar di penghujung tahun, berkat kebaikan dan keikhlasan tim kejaksaan tinggi Sulsel dibawah kordinasi kepala kejaksaan tinggi Sulsel,” papar Damkers.
Kembali Alfian Palaguna menegaskan, berdasarkan kronologi di atas, maka kami lembaga yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum (AMPH-Sulsel) mengambil sikap sebagai berikut :
- Meminta kepada pimpinan kejaksaan agung untuk memeriksa serta menonaktifkan dari jabatan structural, terkait indikasi perbuatan melawan hukum atau melindungi tersangka kasus korupsi lahan Buloa Makassar kepada:
– Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel
– Aspidsus Kejaksaan Tinggi Sulsel
– Asintel Kejaksaan Tinggi Sulsel
- Meminta kepada pimpinan kejaksaan agung RI untuk meninjau kembali keputusan jaksa agung No.KEP-380/A/JA/12/2019 tentang pemberhentian dan pengangkatan dari jabatan struktural saudara Firdaus Dewilmar Sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung
- Meminta kepada pimpinan kejaksaan agung untuk menonaktifkan sementara atau tidak memberikan jabatan struktural kepada saudara Firdaus Dewilmar yang terindikasi kuat melakukan perbuatan melawan hukum atau melindungi tersangka kasus korupsi lahan Buloa.
- Meminta kepada pimpinan Kejaksaan Agung untuk bekerjasama dengan pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) memeriksa adanya aliran dana siluman dalam kasus korupsi lahan Buloa
- Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terlibat dan proaktif dalam kasus korupsi lahan Buloa.
Anchank