Jakarta, Faktapers.id – Ternyata walaupun hanya dongeng yang masih diragukan kebenarannya mampu mesugesti orang, bahkan bisa melambung dalam mimpi dan angan-angan. Bahkan membuat improvisasi yang “nyeleneh” dari akal sehat.
Seperti halnya Dongeng soal harta Nusantara yang tersimpan di bank Swiss kembali embuat seseorang pumya hayalan. Padahal sebenarnya ini adalah tipuan klasik, namun masih saja mampu membuat banyak orang gelap mata.
Jali ini dongeng tipu-tipu soal harta dari Swiss itu dipersepsikani oleh Totok Santoso dengan mendeklerasikan Keraton Agung Sejagat, dengan menjadikan dirinya sebagai rajanya, terjadi di Purworejo, Jawa Tengah, tapi bercabang sampai ke daerah lain.
Dalam aksinya, Keraton Agung Sejagat mengumpulkan duit dari orang-orang yang menjadi korbannya. Salah satu korbannya menjelaskan perihal adanya narasi lawas soal harta yang tersimpan di Bank Swiss.
Narasi dongeng “tipu-tipu” ini mirip-mirip dengan yang sudah populer terdengar sebelumnya. Isinya adalah para raja di Nusantara hingga kekayaan era Presiden Sukarno disimpan di bank di Swiss. Untuk mencairkan harta itu, orang-orang harus menyetor sejumlah uang kepada pihak pemberi janji. Ini adalah modus penipuan.
Memperdaya Warga
Tercatat 5 warga Kulon Progo terpantau ikut terpedaya menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo. Rupanya sang ‘raja’ Toto Santoso punya trik untuk mengundang para pengikutnya ikut meramaikan kirab. Bagaimana trik nya ?
Toto Santoso mengundang mereka beralasan untuk mencairkan dana kesejahteraan dari Swiss. “Saya itu korban, saya ke sana hanya pas kirab dan sidang,” akunya salah satu korban, Sudadi di rumahnya, Desa Plumbon, Kecamatan Temon, Kulon Progo, Kamis (16/1/2020).
Ia menceritakan datang ke Purworejo pada Minggu (12/1) karena mendapat undangan yang disampaikan seorang kenalannya ketika sama-sama aktif di Kulon Progo Development Committee (KP Dec) yang diprakarasi Toto Santoso, tahun 2014 silam. Salah seorang teman Sudadi sesama jaringan KP Dec itu menghubunginya, beberapa hari sebelum kirab dilaksanakan.
Isi undangan tersebut ternyata menggiurkan. Pasalnya dalam undangan itu dia diminta menghadiri sidang dalam rangkaian acara untuk mencairkan dana dari Swiss, yang dijanjikan semenjak aktif dalam KP Dec. Dana itu disebutkan sangat besar. Bahkan jika dicairkan seluruhnya, bisa untuk menyejahterakan Nusantara.
Karena tergiur, Sudadi akhirnya datang ke Purworejo memenuhi undangan itu. Bukannya dana dari Swiss yang cair, saat itu justru dia terkejut, karena diminta membayar Rp 2 juta untuk membeli baju seragam kebesaran keraton. Baju seragam itu lengkap dengan celana panjang, topi, pangkat, tanda kehormatan hingga sabuk.
Padahal untuk berangkat ke lokasi ‘keraton’ di Pogung, Purworejo, Sudadi harus bermodal, terpaksa menyewa mobil untuk berangkat bersama empat orang teman lainnya. Bahkan dia juga harus mengeluarkan dana untuk makan bersama dengan teman-temannya.
“Saya itu belum pernah mendapatkan gaji, yang ada malah rugi. Dari sewa mobil, membayar iuran dan beberapa pengeluaran lain,” tutur mantan kepala desa ini.
Menurut Sudadi bukan kali ini saja diundang untuk meramaikan berbagai rangkaian kegiatan yang diprakarsai Toto. Dia pernah ikut dalam rangkaian kegiatan yang dikemas dalam budaya, mulai dari prasasti di Prambanan, Dieng, hingga mengambil batu di Bruno, Purworejo. Uaa