Yogyakarta, faktapers.id – Rhenald Kasali, bersama Rumah Perubahan berkolaborasi dengan Yayasan Tegar menyelenggarakan pameran pendidikan bertajuk “Garis Mahir”.
Pameran Pendidikan “Garis Mahir” tersebut iselenggarakan di Omah Petroek, Kaliurang Yogyakarta sejak 11 Januari-1 Februari 2020. Pameran Garis Mahir ini mengangkat tema tentang tahapan belajar yang dijalani setiap orang, mulai dari anak-anak hingga usia dewasa 18 tahun.
Menurut Rhenald, tahapan berpikir tersebut sangat menentukan kemahiran seorang anak menghadapi berbagai kompleksitas kehidupan masa depan.
Sebagaimana diketahui bahwa banyak pemimpin dan pengusaha sukses yang menginspirasi banyak orang meskipun mereka tak memiliki track record akademik yang cemerlang.
Sebut saja di level global. Disana ada Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan sebagainya dimana mereka tidak menyelesaikan pendidikan dibangku kuliahnya.
Di Indonesia sendiri pun bisa kita menjumpai banyak pengusaha dan pemimpin (leader) yang bukan lulusan perguruan tinggi bonafide. Mereka hanya lulus SMP, SMA, bahkan ada yang hanya lulusan SD.
Meski demikian, orang-orang itu telah menjalani proses belajar secara paripurna. Proses belajar yang tak hanya mengasah aspek kognisi, namun juga membangun karakter.
Membangun karakter itu meliputi keteguhan (self-discipline), berpikir untuk maju dan berkembang (growth mindset), inovatif (creative thinking), tajam (critical thinking), bernyali besar (risk taker), taktis (power of simplicity), dan memiliki tujuan (play to win).
Tahapan-tahapan belajar inilah yang dihadirkan dalam pameran Garis Mahir. Dalam pameran ini, pengunjung akan diajak untuk menyusuri garis imajiner yang merupakan sebuah proses perjalanan berpikir yang dimulai dari anak-anak hingga umur 18 tahun.
Pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali memaparkan bahwa proses belajar yang paripurna akan membantu anak-anak bisa mencapai kematangan karakter.
“Selain itu, anak-anak juga mahir menghadapi kehidupan karena karakter mereka telah terbangun”, ungkap Rhenald.
Karena itu, penting bagi para pendidik untuk mengunjungi pameran ini guna memahami bagaimana tahapan belajar yang seharusnya dilalui oleh anak-anak didik.
Pameran ini tak sekadar menampilkan foto-foto saja. Pengunjung juga bisa melihat berbagai lukisan yang dibuat oleh anak-anak, yang mencerminkan tingkatan pola berpikirnya.
Selain itu, ada pula sarana belajar seperti balok-balok kayu yang bisa disusun menjadi sarana pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman akan regulasi diri. (Herry)