Kutai Barat, faktapers.id – Puluhan warga Kampung Lotaq, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, secara tegas menuntut PT Borneo Citra Persada Mandiri (BCPM). Hal itu terkait kerusakan puluhan hektare lahan yabng diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di kawasan Kecamatan Bentian Besar tersebut.
Kuasa Hukum warga Lotaq, Pius Erick Nyompe yang juga merupakan Anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Kaltim, mengatakan sudah dilakukan peninjauan lapangan bersama Pemerintah Kampung Lotaq dan Muspika Muara Lawa serta dihadiri oleh pihak perusahaan.
“Tetapi belum didapat kesepakatan yang bermuara pada keputusan ganti rugi terhadap lahan warga Lotaq,” terang Pius kepada Harian Fakta Pers dan faktapers.id, Jumat (31/1/2020) di Sendawar.
Menurutnya, rapat mediasi telah dilakukan pada 29 Januari 2020 terkait lahan yang sudah rusak didorong oleh PT Kreatif Jaya Mandiri (KJM) atas perintah PT BCPM yang bertempat di Kecamatan Bentian Besar.
“Setelah dicek dilokasi yang ada, ternyata kegiatan perusahaan sudah melewati batas Kampung Penarong, dan masuk ke wilayah Kampung Lotaq,” tukas Pius Erick Nyompe.
Menurut Pius atas kuasa hukum kepadanya, perusahaan dituntut membayar denda adat terhadap penyerobotan lokasi wilayah Kampung Lotaq. Yakni ketidaknyamanan masyarakat Lotaq dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit itu.
Ditambahkannya, warga pemilik lahan menuntut atas kerusakan lahan mereka dengan denda adat kepada pihak perusahaan. Berdasarkan rapat tersebut dalam Berita Acara dituliskan kesepakatan agar semua aktifitas kegiatan land clearing perusahaan dinyatakan stop sebelum penyelesaian denda adat.
“Denda adat terhadap penyerobotan wilayah Kampung Lotaq oleh perusahaan itu totalnya Rp 650 juta. Belum termasuk tuntutan masyarakat pemilik lahan yang dirusak atau diserobot senilai Rp 700 miliar,” bebernya.
Pius Erick Nyompe juga sangat menyayangkan pemerintah yang kurang mengerti aturan terkait pembukaan lahan sawit baru yang sudah tidak ada lagi. Hal itu berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2018.
“Yaitu penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Kenapa sekarang ini masih ada pembukaan lahan perkebunan sawit oleh perusahaan,” urainya.
“Kami menduga kuat penyerobotan lahan di Kampung Lotaq oleh perusahaan itu tak punya izin prinsif, HGU, serta Amdal. Kondisi itu telah bertentangan dengan UU No 8/2018,” tambahnya lagi.
Pius Erick Nyompe sebagai anggota Walhi Kaltim dan mewakili masyarakat pemilik lahan yang menjadi korban perusahaan, meminta agar Muspida segera membuat surat kepada Presiden.
“Penyerobotan lahan waga Kampung Lotaq terjadi sejak 14 Januari 2020. Kami berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah ini,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, PT BCPM belum berhasil dikonfirmnasi oleh Harian ini.(iyd)