Headline

Pusbarindo Apresiasi Pemerintah yang Merelaksasi Impor Bawang Putih dan Bawang Bombai

×

Pusbarindo Apresiasi Pemerintah yang Merelaksasi Impor Bawang Putih dan Bawang Bombai

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengapresiasi langkah Kementrian Perdagangan melalui Permendag No.27 tahun 2020, yang mengatur importase Bawang Putih & Bombai tanpa Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Survey (LS), sebagai relaksasi untuk mempermudah pasokan dua komoditi tersebut, disaat terjadi kelangkaan pasokan dan situasi wabah corona virus yang memperburuk ekonomi nasional.

Selain Kemendag, Pusbarindo melalui Ketua II Pusbarindo, Valentino juga mengapresiasi respon cepat dari Kementrian Pertanian yang sudah merilis RIPH tahun 2020 untuk 107 Importir sebanyak 450 ribu Ton Bawang Putih (baput). Jumlah ini sudah mencapai 80% dari kebutuhan Nasional per-tahun. Sementara untuk RIPH Bawang Bombay, sudah terbit 227 ribu ton atau dua kali lipat kebutuhan Nasional per Tahun.

“Kami mengapresiasi langkah Kemdag melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020 yang mengatur importase bawang putih dan bawang bombai tanpa SPI (Surat Persetujuan Impor) dan LS (Laporan Survey), sebagai relaksasi untuk mempermudah pasokan dua komoditi tersebut, di saat terjadi kelangkaan pasokan dan situasi wabah virus corona yang memperburuk ekonomi nasional,” ungkap Valentino kepada faktapers.id melalui keterangan tertulisnya, Minggu (29/3/2020).

Menurut Valentino, tujuan Menteri Syahrul Yasin Limpo untuk tetap menjalankan ketentuan RIPH, karena Kementan menjadi ujung tombak pelaksanaan Nawacita swasembada pangan, khususnya bawang putih melalui program Wajib Tanam sebesar 5% bagi importir yg mengajukan RIPH.

“Jadi tidak ada yang salah dengan aturan RIPH ini. Dengan tetap dijalankannya aturan RIPH, maka para petani baput dalam negeri mendapat kepastian berusaha/berproduksi yang berkesinambungan. Sehingga diharapkan hasil produksi dalam negeri dapat lebih maksimal,” tuturnya.

Pusbarindo menegaskan justru sangat disayangkan apabila ada Menteri yang justru konsisten menjalankan amanah UU dan melaksanakan kewenangannya sesuai dengan semangat swasembada bawang putih nasional. Malah menjadi sasaran pihak-pihak yang merasa keberatan dengan aturan RIPH, bahkan kemudian mengusulkan untuk dicopot.

“Jangan sampai Permendag No.27 Tahun 2010 ini disalah artikan dan diterjemahkan seolah-olah bebas tanpa syarat RIPH dan tanpa kontrol Badan Karantina. Dan jangan sampai Karantina sebagai garda utama yang mengawasi Keamanan Pangan yang akan masuk, digunakan sebagai “celah” dan dimanfaatkan oleh importir yg tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Selain berpotensi mengancam Keamanan Pangan Nasional, “celah” ini lanjut Pusbarindo, akan berdampak merusak semangat Wajib Tanam. Karena jika importir melakukan importase tanpa RIPH, dalam arti menghindar dari aturan Wajib Tanam.

Mengingat situasi corona sedang melanda negeri ini dan kita belum tau kapan akan berakhir, maka sebaiknya Menteri Perdagangan segera menerbitkan SPI terhadap 107 importir yang sudah mengantongi 450.000 ton RIPH bawang putih agar ada kepastian supply dan kestabilan harga di pasar.

Tupoksi Penerbitan SPI ini sudah diatur dalam Permendag No. 44/2019 Pasal 9, yang menyebutkan bahwa berdasarkan permohonan RIPH yang diajukan secara online. Maka Direktur (akan) menerbitkan SPI paling lama 2 (dua) hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

“Selanjutnya, saran kami untuk Kementan adalah agar pengajuan RIPH anggota Pusbarindo yang sudah berada di Sesditjend dapat segera diterbitkan. Sesuai himbauan Bapak Presiden untuk mempermudah semua proses perijinan, penyederhanaan birokrasi dan transparansi. Alangkah bahagianya para pelaku usaha jika Kemendag dan Kementan memberlakukan aturan pengajuan rekomendasi dan ijin importase secara tertib, adil dan transparan,” jelasnya.

Pusbarindo juga memberi saran kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi agar semuanya dikembalikan kepada aturan yang selama ini berjalan pada kedua Kementerian diatas. Menurutnya kekurangan yang selama ini terjadi adalah lambatnya respon dalam rilis RIPH dan SPI di Kementerian masing-masing yang selalu berulang setiap tahun. Sehingga menyebabkan setiap awal tahun harga baput selalu bergejolak.

“Masalah komunikasi, masalah ego-sektoral dan transparansi yang seharusnya sinkron antara dua Kementrian ini. Diharapkan dapat diatasi oleh Bapak selaku koordinatornya,” pungkasnya. Herry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *