Headline

Penanggulangan Korupsi dan Recovery Kerugian Negara

927
×

Penanggulangan Korupsi dan Recovery Kerugian Negara

Sebarkan artikel ini

Oleh: Luhut Simanjuntak SE.,Ak., M.Ak., CA., CMA*

Maraknya korupsi di Indonesia yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda penurunan, meski diikuti dengan keinginan besar untuk mengatasi. Perangkat Pemerintahan semakin bertambah dan pasti anggaran juga bertambah. Berikut perangkat yang sudah tersedia: sistim, inspektorat, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Polisi, Kejaksaan, Mahkamah Agung (MA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Good Corporate Governance (GCG), Komisaris Independen, Whistle Blower, Komisi Pengawas di Kejaksaan maupun Komisi Pengawas Polisi.

Tidak hanya itu, sosialisasi anti korupsi melalui spanduk juga banyak digelar pada semua kantor pemerintahan, iklan tulis, cetak dan audio. Wacana materi korupsi di kurikulum sekolah. Hal tersebut belum dan mungkin tidak akan mampu membuat negara kita bebas dari korupsi, apabila korupsi terus menggurita kemudian perangkat apalagi yang akan ditambah pemerintah?

Berhasilkah Mengurangi Korupsi?
Jawaban pasti beragam, yang pasti apabila korupsinya masih belum dapat dibumi-hanguskan maka penambahan perangkat tersebut berpotensi menambah kerugian negara, mengingat adanya penambahan anggaran untuk perangkat baru.

Apabila kenyataan demikian, apakah masih tetap berpikir menambah perangkat lagi? Apakah tidak lebih baik merubah haluan serta temukan akar permasalahan? Menemukan akar masalah, saya pastikan tidak sulit jika semua sepakat, pasti bisa!!

Apa Buktinya?
Musibah covid-19 bisa sebagai bukti. Terlepas dari musibah dampak covid-19 dan pelajaran berharga dari musibah covid-19 dalam konteks “korupsi”, sudah 3 bulan covid-19 yang mana rakyat miskin banyak namun tidak susah, malah sebaliknya masih bisa tertawa ketika masih ada Bantuan Sosial (BANSOS), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan biaya prakerja.

Bahkan sebaliknya, stress dan susah tertawa itu menghinggapi kelompok berduit (tanpa memandang sumbernya), karena tidak dapat menikmati kesenangan sebelumnya dan mungkin pusing memikirkan keselamatan duit dan hartanya.

Goncangan dahsyat mungkin bisa terjadi namun hanya sebagian kecil dan tidak lama, jika arahnya jelas dan semua ditujukan untuk kepentingan bersama.

Jika kita sepakat sudah siap tanpa memandang jabatan dan lembaga, kalau dari saya kuncinya hanya satu “low enforcement”. Low enforcement disini harus dipandang secara luas, mulai dari ketaatan pada sistem, dan hirarki perundang-undangan yang ada. Dalam hal ini harus taat dan yang belum siap taat harus siap dikarantina agar tidak menular.

Singkatnya semua lini harus mengerjakan tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan dan mendapatkan hak yang seharusnya. Tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagaimana mestinya akan mendapat sanksi.

Bulatkan Tekat Era Baru
Saya sampaikan satu hal lagi, mungkin kita tidak menyadari bahwa salah satu penyebab kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti sekarang ini adalah korupsi. Selain itu ada oknum pejabat yang tidak menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya sesuai ketentuan, baik disadari maupun tidak, karena kapabilitas yang tidak memadai berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar dari nilai korupsi yang terungkap atau diketahui.

Contohnya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) diberi tugas untuk membuat regulasi, membuat sistem dan perangkat pengadaan yang digunakan oleh pengguna untuk pengadaan barang dan jasa seluruh Indonesia. Dalam hal ini karena keterbatasan kemampuan SDM dan juga integritas SDM LKPP, ada banyak celah yang disadari maupun yang tidak disadari, ini membuka peluang bagi pengguna sistem yang dibuat LKPP timbulnya korupsi, kita sebut aja contoh 20 % dan anggaran Rp 2.000 triliun. Dimana kerugian yang ditanggung oleh pemerintah adalah Rp 400 triliun. Maka LKKP harus mempersiapkan ganti rugi sebesar Rp 400 triliun, bukan?

Siapa yang harus mengganti? Jika LKPP siap mengganti, kita sangat apresiasi. Namun jika tidak mampu, saya coba bantu carikan jalan keluarnya.

Dengan ijin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, kumpulkan seluruh inspektorat se Indonesia, BPKP, BPK, KPK dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Buatkan audit prosedur yang sesuai untuk semua pengadaan di seluruh Indonesia. Nah, hasilnya akan ditemukan mana yang melanggar, indikasi korupsi, perkiraan dan jumlah kerugian negara.

Kemudian kumpulkan semua pihak yang terlibat dan beri pilihan kembalikan kerugian negara atau mau dikarantina?

Jika bertanya metode, audit approach, audit program dan bagaimana memimpin team raksasa ini (jumlah)?

Kita hargai Presiden yang dalam berbagai pertemuan resmi, menyampaikan peringatan keras. Potongan kata tegas dimaksud akan mengejar, menggigit sendiri, pecat, dor jika diperboleh UU, kita maknai Presiden telah menabuh genderang perang terhadap pungli, korupsi dan kecurangan lainnya. Mungkin Pak Presiden ragu dari mana memulainya, bagaimana caranya dan siapa yang mampu melakukan itu. Karena sikap seperti ini sudah kita dengar saat masa kampanye. Apakah kita harus putus harapan?

Di Indonesia ada banyak tokoh berpengalaman audit, menguasai ilmu audit, menguasai teori baik itu berpredikat Professor maupun Doktor. Namun yang siap, mampu dan mau memimpin team ini, saya pastikan tidak ada.

Demi bangsa dan rakyat Indonesia, saya pastikan saya siap dan tanpa bayaran. Jika tidak berhasil dalam satu tahun – dua tahun dengan catatan semua pihak terkait siap bekerja dan siap dipimpin, saya siap digantung dan ditembak mati di tempat. Hasil recovery program ini dapat menghasilkan dua tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jadi stop pikiran untuk cetak uang baru.

*Penulis adalah Pendiri Perkumpulan Aliansi Perduli Indonesia Jaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *