Jakarta, faktapers.id – Penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) X dan Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVI Papua akibat Pandemi Covid-19, belum ada dasar hukumnya.
Demikian Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih mengingatkan. “Dasar hukumnya mutlak harus ada, karena melibatkan penggunaan anggaran negara, baik APBN maupun APBD,” ujarnya dalam rapat kerja antara Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI yang digelar secara virtual, Senin (11/5).
Sebelumnya melalui rapat terbatas di istana akhir April lalu, Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan penundaan PON XX dan Peparnas XVI di Papua tepat satu tahun, atau hingga Oktober 2021.
Fikri mengungkapkan, pasti ada imbas terhadap anggaran terkait persiapan PON dan Peparnas di masing-masing daerah provinsi, karena menggunakan anggaran tahun berjalan 2020. “Penyesuaian anggaran di masing-masing APBD itu butuh landasan hukumnya,” ucapnya.
Secara administrasi keuangan negara, urai dia, penundaan ini butuh dasar hukum bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk merelokasi APBD terkait PON dan Perparna.
Sebagaimana penetapan Papua sebagai tuan rumah PON, Fikri berpendapat pengunduran even olahraga terbesar di Tanah Air ini juga perlu ada landasan hukumnya.
“Harus ada kejelasan status atau jaminan hukum atas kebijakan tersebut agar tidak terjadi masalah di kemudian hari, misalnya temuan BPK bagi Menpora maupun Dinaspora di daerah-daerah,” ujar Fikri lagi.
Lanjutnya, penetapan Papua sebagai pelaksana PON XX adalah dengan SK Menpora No 0110 /2014. Maka pengunduran waktu sebaiknya juga dengan SK Menpora.
Menanggapi hal itu, Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainuddin Amali menyatakan pihaknya akan segera mengirimkan surat edaran menteri kepada seluruh pemerintahan daerah di Tanah Air sebagai peserta PON & Peparnas.
“Draftnya sudah ada terkait surat edaran, segera kita tandatangani,” tuturnya.
FPKS Konsisten Menolak Realokasi Anggaran Mitra oleh Kemenkeu Nomor S-302/ MK.02 / 2020 tanggal 15 April 2020 tentang Langkah-langkah Penyesuaian Belanja K/L TA. 2020.
Dalam rapat kerja tersebut, Fraksi PKS menjadi satu-satunya yang memberikan catatan dalam kesimpulan rapat dengan menolak realokasi anggaran Kemenpora.
“Landasan hukum SK Menteri dalam merubah UU APBN (dan realokasinya) tidak sesuai dengan tata urutan perundangan dalam hukum kita,” ungkap Fikri.
Menurutnya, berdasarkan Surat Menteri Keuangan tersebut, anggaran Kemenpora dipotong sebesar Rp 564,8 miliar. Padahal sebelumnya dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 (Perpres 54/2020) anggaran Kemenpora hanya dipotong Rp 270,2 miliar.
“Kok bisa SK Menteri menganulir Perpres?,” tanya Fikri.
Hal itu ditambahkan Fikri merupakan konsistensi fraksinya dalam menolak kebijakan pemerintah dalam realokasi APBN di masa pandemi Covid-19 yang dinilai tidak sesuai prosedur kepatutan hukum. (OSS)