Disamping itu, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Ciput Eka Purwanti mengungkapkan Sulawesi Selatan, Papua, dan NTB masuk ke dalam 10 (sepuluh) besar provinsi dengan jumlah anak terinfeksi dan dinyatakan positif Covid-19 tertinggi. “Kami harap kondisi ini bisa menjadi perhatian Dinas PPPA, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lainnya untuk mulai melakukan asesmen kerentanan keluarga penduduk dengan status ODP dan PDP serta melakukan pendataan sesuai protokol perlindungan anak, yang tentunya dengan menjamin kerahasiaan informasi anak” ungkap Ciput.
Ciput menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi tim dalam menangani masalah ini, terutama terkait pengumpulan data, bagaimana memetakan kondisi keluarga dan anak. Pentingnya peran berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, hingga media massa dalam mengawal masalah ini. Ada code of conduct bekerja dengan anak yang harus dipatuhi, yaitu menjaga kerahasiaan data anak.
Kepala Sub Direktorat Pendidikan dan Pengentasan Anak, Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kemenkumham, Tuti Nurhayati mengungkapkan Kementerian Hukum dan HAM telah memberikan asimilasi di rumah dan integrasi kepada 39.420 narapidana dan anak di seluruh Indonesia (Data SDP DITJENPAS, 14 Mei 2020). Sedangkan sebanyak 992 anak di LPKA, Lapas, dan Rutan telah mendapat asimilasi rumah dan integrasi per 15 Juni 2020. Angka tersebut meliputi 940 anak mendapat asimilasi rumah, 18 anak mendapatkan pembebasan bersyarat (PB), 25 anak mendapatkan cuti bersyarat (CB), 9 anak mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB) (Sumber data : SMS lap dan datin Ditjenpas).
“Sangatlah penting jika semua pihak, baik di lintas kementerian maupun masyarakat dapat memperhatikan kebutuhan anak sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam tindak kejahatan yang sama. Perlu diperhatikan pentingnya kebutuhan dasar, pengasuhan memberikan kasih sayang kelekatan sehingga anak merasa diterima dan dapat berbaur dengan masyarakat lainnya,” jelas Tuti.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi menyampaikan seluruh pihak harus ikut memastikan anak mendapat pengasuhan orangtua atau keluarganya sendiri dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Jika hal lain terjadi, misalnya pada anak terlantar, anak korban bencana, korban kekerasan, maka harus ada pengasuhan alternatif yang diberikan, baik oleh orangtua asuh, wali, orangtua angkat, dan panti asuhan sebagai pilihan terakhir.
“Jika melihat data SIMFONI PPA, kasus kekerasan anak semakin meningkat. Ini berarti masih banyak pihak yang belum paham akan pentingnya pengasuhan. Melalui acara ini kita bisa memahami tugas untuk memberikan pengasuhan dalam keluarga sehingga hak anak dapat terpenuhi, terwujudnya kesejahteraan berkelanjutan, ada status hukum yang jelas dan tidak hanya memenuhi materi tapi juga kasih sayang bagi anak. Ini semua dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak terutama pada masa pandemi ini,” tutur Kanya.
Webinar hari ini khusus diselenggarakan untuk menyosialisasikan 4 (empat) protokol perlindungan anak kepada provinsi di wilayah timur, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua dan Papua Barat. Adapun 4 (empat) protokol yang disosialisasikan dalam acara hari ini, yaitu Protokol Tata Kelola Data Anak; Protokol Pengasuhan Bagi Anak Tanpa Gejala, Anak Dalam Pemantauan, Pasien Anak Dalam Pengawasan, Kasus Konfirmasi, dan Anak Dengan Orangtua/Pengasuh/Wali Berstatus Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Kasus Konfirmasi, dan Orangtua yang Meninggal Karena Covid-19; Protokol Pengeluaran dan Pembebasan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi, Pembebasan Tahanan, Penangguhan Penahanan dan Bebas Murni; dan Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam Situasi Pandemi Covid-19. Herry