Pandemi Covid-19, Anak-Anak Rentan Jadi Korban Eksploitasi dan Pornografi di Ranah Daring

585
×

Pandemi Covid-19, Anak-Anak Rentan Jadi Korban Eksploitasi dan Pornografi di Ranah Daring

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Kondisi ini mengakibatkan dampak cukup besar bagi anak-anak. Kebijakan belajar dari rumah yang harus dijalani anak-anak membuat mereka mengakses internet/gawai lebih lama. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan masalah pada anak, baik dari sisi kesehatan, maupun sosial. Anak juga rentan terpapar konten pornografi dan terancam menjadi korban eksploitasi di ranah daring.

Pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana mengungkapkan sebanyak 95,1% remaja SMP dan SMA di 3 (tiga) kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Aceh telah mengakses situs pornografi dan menonton video pornografi lewat internet. 0,48% diantaranya diketahui teradiksi ringan, dan 0,1% teradiksi berat (Data Kemenkes dan Kemdikbud, 2017). Ini menunjukan semakin canggihnya teknologi digital di suatu wilayah, maka semakin mudah bagi anak-anak di sana untuk mengakses pornografi.

“Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat kecanduan pornografi pada anak memilki dampak lebih berbahaya dari Napza karena dapat merusak 5 (lima) bagian otak manusia, salah satunya Pre Frontal Cortex (PFC) sebagai bagian penting pengontrol fungsi moral untuk membedakan hal baik dan buruk, merencanakan kehidupan ke depan, dan mengambil keputusan,” jelas Diena kepada faktapers.id melalui keterangannya Kamis, (25/6/2020).

Diena menambahkan rasa jenuh, kesepian, marah, stres, dan lelah seringkali menjadi faktor penyebab anak mengakses konten negatif di internet. Orangtua juga harus memberikan pendampingan melalui pembatasan waktu bagi anak dalam mengakses gawai, maksimal 4 jam untuk anak usia 16-18 tahun dan 3 jam untuk usia 13-15 tahun dengan jeda istirahat setiap 30 menit, serta harus dilengkapi dengan parental control. Negara tidak bisa bekerja sendiri, butuh kerjasama dan dukungan baik dari orangtua, masyarakat, media massa, dan anak sendiri.

“Untuk itu, anak-anak harus melakukan sesuatu untuk melepaskan perasaan negatif yang dirasakan, seperti berolahraga, menjalin komunikasi intens dengan orangtua, dan bermain terkait hal positif dengan teman. Jadilah netizen unggul dengan menjadi anak yang tangguh dengan membangun kepribadian CBR (Cerdas, Berkarakter, Mandiri) dan mampu menolak segala bentuk godaan negatif, semua harus dimulai dari diri kalian,” tutur Diena.

Menyikapi fenomena tersebut, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Ciput Eka Purwanti mengungkapkan anak harus menjadi netizen unggul dan tangguh yang penuh dengan rasa empati terhadap sekitarnya, terutama di masa pandemi ini. Dengan begitu anak akan lebih kuat dalam menghadapi ancaman dan terlindungi dari bahaya pornografi dan eksploitasi di ranah daring.

“Anak-anak harus memiliki ketangguhan dalam melindungi diri dari adiksi (kecanduan) konten pornografi, dengan mengatur waktu dalam beraktivitas, kapan harus lepas dari gawai, serta beralih melakukan hal positif seperti olahraga, membantu orangtua atau aktivitas lainnya. Orangtua juga harus memiliki sistem pengaman (parental control) dalam mendampingi anak saat mengakses internet. Kami harap anak-anak bisa menerima sistem keamanan ini, tujuannya bukan untuk mengintervensi hak kalian, tapi untuk melindungi anak-anak dari bahaya eksploitasi dan pornografi yang mengancam dalam jangka panjang,” ujar Ciput dalam sambutannya pada Batch 2 Webinar Series Teman Anak (Internet Aman untuk Anak).

Ciput menuturkan pentingnya kontribusi anak untuk berpikir kreatif dan membuat konten positif dalam menyebarkan informasi, serta mengajak sesama teman menciptakan internet sehat dan aman bagi anak. “Jadilah pelopor dan pelapor sebagai netizen unggul berkarakter yang berani melaporkan berbagai konten yang mengandung unsur eksploitasi dan pornografi agar tidak ada lagi anak yang bisa mengakses dan terpapar hal negatif. Selain itu, kita harus memerangi penyebaran berita bohong (hoaks) dengan menunjukan kebenaran berita yang didapat ke sesama teman. Semua ini bertujuan demi mewujudkan anak sebagai netizen unggul yang memiliki empati pada lingkungannya,” tambah Ciput.

Sementara itu, Koordinator Penelitian ECPAT Indonesia, Deden Ramadani menuturkan di dunia internet, tidak semua orang melakukan hal baik, ada juga orang-orang jahat yang mengancam anak, seperti predator anak, cyber bully, pembobol akun (hacker), penyebar berita bohong (hoaks), pengguna akun palsu dengan identitas orang lain, dan lain-lain. “Orang jahat inilah yang harus kita tumpas dengan menjadi jagoan internet. Kalian bisa menjadi jagoan internet dengan menerapkan 3T (Tahu, Tanggap, dan Terampil). Di antaranya yaitu mengetahui bahaya apa saja di internet dan cara mengurangi resikonya dengan bersosial media yang aman, tidak membagikan informasi pribadi apapun ke publik, selektif memilih teman dan berani menolak orang asing, ceritakan ke orangtua kalau ada keanehan di internet, dan mengaktifkan fitur keamanan tambahan saat menggunakan internet,” ungkap Deden.

Deden juga menekankan anak harus tanggap terhadap situasi bahaya di internet dan berani melaporkannya. Jika bahaya terjadi pada teman mereka, anak harus bantu menenangkan dan melaporkan kepada pihak-pihak yang dipercaya, seperti orang tua atau orang dewasa lain, kemudian mendampingi teman untuk melaporkan kepada lembaga terpercaya, seperti Kemen PPPA, Kemensos, ECPAT Indonesia, Dinas PPPA, dan lain-lain agar mendapatkan solusi terbaik dari masalah tersebut.

“Anak-anak juga dapat memanfaatkan internet secara positif dengan membuat karya kreatif seperti kampanye digital melalui konten baik foto, video atau rekaman suara terkait infomasi positif yang didapat, seperti internet aman untuk anak. Jika menemukan konten negatif terkait anak di media sosial, sebagai jagoan internet kalian juga bisa melaporkannya dengan mengklik ‘buat laporan’ (Report),” tutup Deden. Herry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *