Partai Demokrat dan PBNU Sepakat Tolak RUU HIP

815
×

Partai Demokrat dan PBNU Sepakat Tolak RUU HIP

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama jajaran DPP Partai Demokrat silaturahmi kepada Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj beserta pengurus PBNU lainnya, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

“Kedatangan kami ini selain untuk mempererat tali silaturahmi, juga memohon doa restu bagi Partai Demokrat dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat, serta meminta saran dan masukan atas isu-isu kebangsaan,” kata AHY kepasa faktaoers.id melalui keterangan tertulisnya Kamis, (25/6/2020).

Menurut AHY, tujuan sowan ke PBNU ini juga untuk berbagi pandangan terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah menjadi kontroversi sekaligus mengancam fondasi kehidupan bersangsa.

“Salah satu permasalahan bangsa terkini yang dibahas tadi adalah tentang RUU HIP. Sebagaimana yang teman-teman ketahui bersama bahwa posisi Partai Demokrat secara tegas menolak dilanjutkannya pembahasan RUU HIP. Kami memiliki kesamaan cara pandang dengan teman-teman Nadhliyin dan elemen masyarakat lainnya,” tambah AHY.

Menurut AHY, setidaknya ada empat alasan mengapa RUU HIP perlu ditolak. Pertama, kehadiran RUU HIP jelas akan memunculkan ketumpangtindihan dalam sistem ketatanegaraan. Sebab ideologi Pancasila adalah landasan pembentukan konstitusi, yang melalui RUU HIP ini justru diturunkan derajatnya untuk diatur oleh Undang Undang. Kalau RUU ini dianggap sebagai alat operasional untuk menjalankan Pancasila. Sebab hal itu malah akan menurunkan nilai dan makna Pancasila. RUU ini berpotensi memfasilitasi hadirnya monopoli tafsir Pancasila, yang selanjutnya berpotensi menjadi “alat kekuasaan” yang mudah disalahgunakan dan tidak sehat bagi demokrasi.

Kedua, RUU HIP ini juga mengesampingkan aspek historis, filosofis, dan sosiologis, dimana RUU ini tidak memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai ‘konsideran’ dalam perumusan RUU HIP ini. “Padahal, TAP MPRS tersebut merupakan landasan historis perumusan Pancasila, yang kemudian kita sepakati secara konsensus sebagai titik temu perbedaan di tengah kompleksitas ideologi dan cara pandang kebangsaan,” AHY menerangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *