Pancasila Harga Mati, MKGR dan SOKSI Tolak RUU HIP

825
×

Pancasila Harga Mati, MKGR dan SOKSI Tolak RUU HIP

Sebarkan artikel ini

Denpasar, Bali. Faktapers.id – Muncul RUU HIP yang membuat kepanikan mematik reaksi beberapa tokoh Partai Beringin sehingga keluar kandang.

Sejumlah tokoh partai Golkar merapatkan barisan, Sabtu, (27/6). Acara bertempat di kediaman I Made Subawa. Berkumpulnya tokoh yang sudah lama malang melintang di dunia politik tersebut karena prihatin dengan kondisi negara saat ini, apalagi disaat Pendemi Covid- 19 melanda negeri.

Menurut mereka, munculnya RUU HIP yang digaungkan justru tidak mencerminkan keprihatinan terhadap kondisi rakyat saat ini.  Penolakan RUU HIP yang dimotori oleh Dr. I Made Subawa, SH, MH., Ketua MKGR Provinsi Bali, I Gst. Putu Wijaya, Dewan Penasehat MKGR, Dewan Penasehat SOKSI AA. Ngurah Rai Wiranatha dan Kusnandar Wakil Ketua MKGR Provinsi Bali.

Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) bersama Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Provinsi Bali secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Disampaikan secara terbuka, berkomitmen bersama menggaungkan penolakan kepada pusat.

“Pertama, kita menolak dengan tegas pembahasan dan pengesahan RUU HIP menjadi UU. Kedua, meminta kepada pemerintah dan DPR RI mengambil langkah-langkah strategis untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. Dan, ketiga meminta DPD Golkar untuk menindaklanjuti melalui fraksi Golkar di DPR-RI,” tegas Dr. I Wayan Subawa S.H, M.H., selaku Ketua MKGR Provinsi Bali di Renon Denpasar Bali.

Pancasila, terang Subawa, merupakan kesepakatan bersama dari para pendiri bangsa ini, menjadi dasar kita untuk bernegara. Hal tersebut menurutnya sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945.”Jadi Pancasila adalah hasil bersama. Ini sudah final, jangan sampai ada mengutak atiknya,” tegasnya.

Di samping itu, tambah Subawa, secara yuridis RUU HIP ini menurutnya cacat, karena tidak mencantumkan Tap MPRS XXV/1966 tentang Pelarangan Partai Komunis di Indonesia dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tentang Kembali ke UUD 1945, sebagai dasar menimbang dalam RUU HIP.

“Adanya ketidak laziman yang diatur suatu UU, dimana biasanya UU mengatur tentang perilaku, kelembagaan. Tetapi RUU HIP mengatur tentang definisi, disinyalir sebagai tafsir tunggal tentang Pancasila,” terangnya.

“Tidak lumrah nilai-nilai ideologi diatur dengan UU/dinormakan, karena dapat mendowngrade keberadaan Pancasila, dimana Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum,” tandasnya.

Secara sosiologis pengajuan RUU ini telah menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat terhadap adanya agenda terselubung, mengingat, masyarakat saat ini juga sedang menghadapi Pandemi Covid-19.

“Masyarakat menganggap tidak perlu adanya UU yang mengatur secara khusus tentang Pancasila apalagi adanya pemaknaan tunggal. Hal ini akan cenderung otoriter interpretasi,” tandasnya.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan MKGR, Ketua SOKSI Bali, AA. Ngurah Rai Wiranata mengatakan SOKSI merasa ikut terpanggil untuk bersikap tentang RUU HIP. Ia menegaskan Pancasila sudah final, tidak perlu diutak-atik lagi. “Dalam Dekrit 1959 Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa,” tegasnya.

Begitu juga, Ketua Dewan Penasehat MKGR Bali, I Gusti Putu Wijaya yang turut hadir pada kesempatan itu mengatakan munculnya rancangan UU HIP harus cepat disikapi.

Menurutnya melihat dari sejarah, Tri Karya ini dilahirkan ada kekhawatiran oknum yang menyelewengkan alias mengkebiri Pancasila. Padahal sudah ada beberapa UU yang sudah membentengi Pancasila.

“Jelas apa dasar kita menolaknya (RUU HIP, red), ini juga sejalan dengan perjuangan Tri Karya. Disamping itu, dalam suasana Covid-19 ini juga kita tengah mengalami situasi kondisi kesehatan yang diikuti ambruknya kondisi ekonomi kita yang sangat memprihatinkan. Sesungguhnya Covid-19 ini menjadi skala prioritas, karena tidak hanya isu nasional namun sudah menjadi isu global. Itulah yang harus jadi perhatian semua pihak khususnya para pengambil kebijakan,” paparnya.

Dalam kesempatan ini turut hadir tokoh lintas Agama dari Puri Gerenceng, A.A. Ngurah Agung, SE. Ans

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *