Bali, faktapers.id – Pria berkebangsaan Irlandia, Ciaran Francis Caulfield yang diseret ke pengadilan dalam kasus penganiayaan menumpahkan kegundahannya atas persoalan yang menimpanya.
Ini dikarenakan dirinya merasa mempunyai ikatan batin yang kuat dengan Pulau Bali, terutama pascaperistiwa Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 silam di Kuta.
“Ada pepatah yang mengatakan, “bukan kamu yang memilih Bali, melainkan Bali lah yang memilih kamu”,” ujarnya dalam surat yang dibuatnya, Senin (29/6).
Ia menuturkan, kedatangannya pertama kali ke Bali akhir tahun 2002 awalnya dalam rangka urusan bisnis. Namun ketika melihat dampak dari peristiwa kelabu tersebut, ia merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan masyarakat Bali pada saat itu.
“Saya adalah salah satu dari sekian banyak warga negara Irlandia yang pernah merasakan dampak dari peristiwa kejam seperti ini di pulau saya sendiri sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an. Pengalaman pahit itulah yang membuat saya jadi cepat memiliki ikatan batin dan merasakan penderitaan yang dialami oleh Pulau Bali,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, keramah-tamahan penduduk Bali dan kehijauan alam sekitarnya membuat dirinya jatuh cinta dan berkomitmen untuk berinvestasi, mengembangkan, membangun bisnis, serta membuat Pulau Dewata ini sebagai rumah tinggalnya.
“Kala itu saya sedang membesarkan ketiga anak saya di Eropa sambil mengelola bisnis di bidang medis, keuangan, dan bisnis properti saya di sana. Selama delapan tahun berikutnya saya menghabiskan sebagian besar waktu saya di Eropa,” tuturnya.
Namun Ciaran merasa Bali terus memanggilnya, sehingga ia lebih sering mengunjungi dan tinggal lebih lama untuk mengenal lebih banyak tentang pulau dan orang-orang Bali, terutama budaya, tradisi, agama, dan cara hidup mereka.
“Saya mengembangkan properti, hotel, dan terus berbisnis selama tahun-tahun di beberapa lokasi yang berbeda. Akhirnya begitu pembangunan rumah pertama saya selesai, saya memantapkan keyakinan untuk pindah ke Bali pada akhir 2009,” bebernya.
Ciaran mengaku mendedikasikan diri dan mencurahkan tenaganya untuk mendirikan bisnis konsultasi dan perhotelan di Bali.
“Prinsip dasar saya sederhana, yaitu mempekerjakan tenaga kerja lokal berkualitas, mengajar, melatih, menginspirasi dan memotivasi mereka untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada tamu yang datang ke Bali, dan menciptakan bisnis kepariwisataan yang melestarikan budaya dan tradisi Bali itu sendiri,” ucapnya.
Ditambahkan, dirinya dan rekannya bergabung dalam organisasi yang dikembangkan Tri Hita Karana (THK), dalam kurun waktu tiga tahun, ia dan rekannya bersama-sama memajukan kualitas bisnis villa yang dikelolanya sehingga dianugerahi peringkat Emerald yang merupakan penghargaan tertinggi dalam organisasi tersebut.
“Penghargaan Emerald yang hingga kini tetap baru dipajang di Villa Kubu akan selalu menjadi kebanggaan tim kami dan menjadi simbol kualitas terbaik dalam memberikan pelayanan dan mengoperasikan villa yang berbudaya Bali,” bebernya.
Ciaran lantas mengungkap bahwa kehancuran yang dideritanya belakang ini muncul sejak ditemukan skandal penggelapan di Villa Kubu yang dicintainya, sehingga hal itu sangat mengguncang jati dirinya sebagai warga yang hidup di Bali.
“Saya tidak pernah menyangka saya akan dikhianati sejahat ini oleh beberapa karyawan yang begitu saya percaya di perusahaan. Tidak hanya itu, saya kemudian dijebak atas tuduhan yang tidak pernah saya lakukan dalam upaya mereka untuk menutupi penggelapan tersebut,” urainya.
Dikatakan, sejak penemuan penggelapan pada akhir Desember 2019 hingga selesai proses audit pada akhir bulan Maret 2020, dirinya selalu mengambil tindakan yang tepat dengan memverifikasi, menginvestigasi dan mengumpulkan semua bukti perusahaan yang dilakukan oleh akuntan publik profesional yang sah di Indonesia.
Ciaran berencana untuk tetap memegang teguh ucapnya setelah menandatangani perjanjian pada tanggal 30 Desember 2019 lalu.
“Meskipun saya berhak melaporkan para penghianat tersebut ke polisi, namun saya selalu mencoba dan mencari solusi secara kekeluargaan tanpa mengambil tindakan hukum yang melibatkan pihak kepolisian. Tidak dapat saya bayangkan akibat buruk dari tindakan para penghianat yang telah merugikan perusahaan hingga merusak masa depan perusahaan bersama semua perusahaan lainnya,” jelasnya.
Hal lain, ia merasa sedih memikirkan nasib semua anggota keluarga dari karyawan-karyawannya yang sangat setia pada perusahaan ini.
“Namun saya masih percaya pada orang-orang Bali dan Indonesia dan pada sistem keadilan di negara ini. Dengan rahmat Tuhan yang baik, saya tahu bahwa saya akan dibebaskan setelah mempertimbangkan hal ini,” tuturnya.
Dalam suratnya, Ciaran juga berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar keluarganya, karyawan dan keluarganya, teman-temannya dan semua orang yang memberi dukungan agar selalu diberikan kesehatan dan mendapat perlindungannya.
Dirinya juga mengaku tak sabar menyongsong kembalinya masa kejayaan Pulau Bali seperti sediakala, di mana wisatawan dapat kembali mengunjungi indahnya Pulau Dewata.
“Semoga rahmat Tuhan Maha Penyayang selalu meyertai agar saya diberikan kesehatan untuk selalu dapat menerima dan mendukung keluarga saya yang berada di Bali dan juga di Irlandia, dan semoga bisnis yang telah sejak dahulu telah saya dedikasikan sepenuh jiwa ini dapat terus berkembang sepanjang masa,” harapnya.
Demikianlah sebagian isi dari surat setebal 12 halaman yang ditulis tangan oleh Ciaran Francis Caulfield dengan bahasa Inggris dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Naggarani Sili Utami. (Ans)