Kebijakan Belajar di Rumah, Orangtua Harus Ajari Anak Menjaga Privasi di Media Sosial

496
×

Kebijakan Belajar di Rumah, Orangtua Harus Ajari Anak Menjaga Privasi di Media Sosial

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Kebijakan Belajar dari Rumah (BdR) pada masa pandemi Covid-19, membuat intensitas anak dalam mengakses gawai dan internet mengalami peningkatan. Anak-anak akan lebih sering mengakses gawai dan internet baik untuk keperluan belajar maupun bermain. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMEN PPPA), Lenny N Rosalin menegaskan kondisi ini mengharuskan orangtua dan anak berkerjasama agar dapat bertanggungjawab memilah informasi yang layak bagi anak.

“30,1 persen dari penduduk Indonesia atau sebanyak 79,5 juta merupakan anak dimana mereka termasuk dalam generasi digital native atau generasi yang lahir ketika teknologi sudah mulai berkembang. Untuk mempermudah kehidupan sehari-hari mereka menggunakan gawai dan akses internet. Internet sama seperti tempat bermain, ketika anak-anak menggunakannya maka orangtua harus mendampingi dan mengawasinya karena internet juga menyimpan bahaya. Kini tugas orangtua bertambah, mereka harus menyediakan akses internet bagi anak belajar tapi juga memastikan mereka aman. Selain itu, orangtua juga harus berupaya sekuat mungkin menjadi ‘badan sensor’ terhadap tayangan, bacaan, maupun gawai yang digunakan anak-anak di rumah. Selain itu untuk anak-anak, jadilah pelopor dan pelapor sebagai netizen unggul berkarakter dengan mulai berdiskusi dan kerjasama dengan orangtua dalam mengakses informasi di internet dan media sosial,” ujar Lenny saat menyampaikan sambutan dalam Webinar Cerdas Mengakses Informasi.

Lenny menambahkan pesatnya perkembangan informasi dan teknologi mengakibatkan informasi dapat diakses dengan mudah, murah, dan cepat. “Namun bagaikan pisau bermata dua, pesatnya perkembangan informasi dan teknologi juga menimbulkan berbagai dampak negatif, di antaranya maraknya berita hoaks, akses pornografi semakin mudah, perundungan media daring atau cyberbullying, kejahatan siber dan kejahatan seksual via daring, paparan iklan yang tidak layak anak, dan kecanduan gawai. Untuk menghindari dampak negatif tersebut, orangtua bertanggungjawab untuk membangun ketahanan diri pada anak agar mereka mampu memilah informasi yang layak bagi anak,” tambah Lenny.

Berdasarkan hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2018 menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia sebesar 64,8 persen atau mencapai 171,17 juta yang sudah terhubung ke internet dimana tingkat penggunaan internet paling kuat ada pada anak usia 15-19 tahun yakni sebanyak 91 persen.

Ketua Dewan Pers 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo mengatakan orangtua dan anak harus bekerjasama menemukan kesejukan di tengah tsunami informasi di Indonesia saat ini. “Kita tahu Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna internet dan media sosial tertinggi. Untuk itu, agar tidak terbawa dengan arus informasi yang salah perlu dibangun kesadaran diri untuk memilah informasi mana yang mau diambil dan diakses. Untuk menciptakan informasi yang layak anak disinilah peran orangtua untuk mengawasi dan mendampingi anak dalam mengakses informasi di internet. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mulai menjaga privasi di media sosial, menjaga keamanan akun dengan membuat kata kunci yang sulit ditebak, memilah dan menghindari berita hoaks, sebarkan informasi yang positif, dan gunakan gawai dan media sosial seperlunya hanya untuk hal yang bermanfaat dan mengembangkan diri jangan sampai kecanduan,” ujar Yosep Adi.

Sementara itu, Anggota OASE Kabinet Indonesia Maju, Gista P Wishnutama menuturkan tips dan trik agar aman menggunakan sosial media khususnya bagi anak agar mendapatkan informasi yang layak anak. “Kejahatan di internet seperti cyberbullying bisa terjadi kepada siapa saja tidak mengenal umur, profesi, dan waktu. Oleh karena itu, bagi pengguna media sosial usia anak dalam penggunaannya harus dipantau oleh orangtua. Adapun tips agar terhindar dari dampak negatif media sosial yakni dengan memahami platform/jenis aplikasi yang akan diakses, berpikir sebelum mengunggah sesuatu di media sosial, batasi penggunaan media sosial jangan sampai kecanduan dan lupa waktu, penggunaan dipantau secara berkala, dan mulai dari diri sendiri untuk bijak dalam mengakses media sosial. Disinilah peran penting orangtua harus bisa menjadi teman yang membantu anak menjadi penjelajah dunia maya yang cerdas dan percaya diri dalam memanfaatkan internet sebaik-baiknya,” tutur Gista.

Ketua Umum Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi dan Konten Kreator, Yosi Mokalu yang menyampaikan materi bagaimana mengatur informasi layak anak. “Jika kita lihat, mayoritas anak-anak dan orangtua pasti sudah sangat paham secara definitif apa itu internet, bagaimana penggunaannya, dan dampak penggunaannya. Akan tetapi alangkah baiknya jika orangtua juga melakukan pendekatan dengan lingkungan atau ‘dunia’ media sosial anak. Selain itu, perlu sekali dibangun rasa tanggungjawab akan informasi layak anak yang harus muncul pertama kali dari rumah, dari keluarga. Rasa tanggungjawab itu harus dibangun bersama orangtua dan anak agar dapat memunculkan reaksi yang tepat saat anak mengalami hambatan atau kejahatan di media sosial. Inilah yang menjadi kunci utama agar anak dapat mengakses informasi layak anak dengan tetap di bawah pengawasan dan pendampingan orangtua. Menanamkan rasa tanggung jawab dan kepedulian pada anak dalam mengakses internet dan media sosial akan menjadikan anak lebih peka terhadap segala bentuk kejahatan di media sosial, sehingga mereka akan terhindar dari hal tersebut,” tutur Yosi. Herry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *