Hadiri WFD, Politisi Golkar Sebut Tiga Faktor Fundamental dalam Demokrasi Lingkungan

551
×

Hadiri WFD, Politisi Golkar Sebut Tiga Faktor Fundamental dalam Demokrasi Lingkungan

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Terkait gagasan pembuatan keputusan lingkungan dan sumber daya alam, dalam Demokrasi Lingkungan harus didasari kepentingan keadilan rakyat.

Hal ini dikemukakan anggota DPR RI, Dyah Roro Esti saat hadir mewakili parlemen Indonesia pada diskusi virtual Launch of the Westminster Foundation for Democracy (WFD) Environmental Democracy Initiative, Selasa (27/7).

“Terdapat tiga faktor fundamental dalam demokrasi lingkungan, yaitu akses terhadap informasi, partisipasi masyarakat, dan akses terhadap keadilan,” dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/7).

Roro pun memaparkan, implementasi demokrasi lingkungan di Indonesia, dimana dasar hukum demokrasi lingkungan di Indonesia tercantum dalam UUD 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Turut hadir virtual launch tersebut Ketua Komisi Lingkungan Parlemen dari berbagai negar, di antaranya Christine Jardine (Inggris), Hon Yaw Frimpong Addo (Ghana), U Soe Thura Tun (Myanmar), Ibrahim Tawa Conteh (Sierra Leone), Munazza Hasan (Pakistan), Bell Ribiero-Addy (Inggris), Balogun Olusegun (Lagos), dan Deputy Speaker dari Parlemen Georgia, Kakhaber Kuchava.

Menurut Roro, The Environmental Democracy Index (EDI) atau Indeks Demokrasi Lingkungan ditentukan oleh 75 indikator hukum dan menggambarkan tingkat kemajuan suatu negara dalam mengembangkan kebijakan dan regulasi serta penerapan untuk transparansi, akses terhadap keadilan (justice) dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan lingkungan hidup.

“Indonesia berada pada peringkat ke-16 dunia dari 70 negara yang dievaluasi dalam indeks ini, dan Indonesia menduduki tertinggi untuk di kawasan Regional Asia dan Pasifik,” sebut politisi muda Golkar itu.

Selain itu, jelas Roro penerapan Demokrasi Lingkungan di Indonesia sudah diterapkan pada beberapa daerah di Indonesia, misalnya dengan implementasi Peraturan Gubernur DKI Jakarta (Pergub) No 142 tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

“Regulasi ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya penggunaan plastik terhadap lingkungan dan meningkatnya kampanye dan gerakan bebas plastik yang diinisiasi oleh para komunitas, CSO serta partisipasi masyarakat dalam kampanye ini,” ungkapnya.

Sambung Roro, gerakan bebas plastik telah dilakukan di seluruh daerah lain di Indonesia, seperti di Bogor, Banjarmasin, dan Bali. “Oleh karena itu, peran masyarakat merupakan hal yang sangat signifikan dalam implementasi Demokrasi Lingkungan,” ujarnya.

Di kesempatan itu, Roro juga menanggapi berbagai hal yang bisa WFD lakukan untuk mendukung penguatan demokrasi lingkungan di negara-negara lain khususnya Indonesia, setelah pandemi Covid-19, dan dalam jangka waktu yang akan datang untuk COP tentang iklim dan keanekaragaman hayati.

“Kondisi new normal membuktikan bahwa manusia dapat beradaptasi dengan cepat dalam menjalakan gaya hidup yang berbeda. Ini perlu dijadikan momentum mulai dari sekarang bahkan pasca Covid-19, dan diinterpretasikan sebagai pergeseran paradigma untuk mengubah kebiasaan hidup kita yang sifatnya lebih ramah lingkungan tentu dengan tujuan untuk merealisasikan pembangungan keberlanjutan,” jelasnya.

Sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam melawan perubahan iklim, lanjut Roro, Indonesia memiliki target untuk menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 29 persen secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Untuk mencapai hal ini, juga sebagai salah satu implementasi Demokrasi Lingkungan, DPR RI telah memperjuangkan RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sudah masuk dalam Prolegnas 2020.

Tak hanya itu Roro juga menegaskan, masalah lingkungan membutuhkan kerja sama tidak hanya dari pihak parlemen, tetapi juga dari pihak pemerintah, industri, CSO, akademisi, pemuda, masyarakat umum.

“Di Indonesia kita mengenal istilah gotong royong, dimana kita bekerja bersama berdampingan mewujudkan tujuan besar kita,” urainya.

Terang Roro, salah satu langkah besar yang ada di Indonesia adalah melalui Green Economy Caucus (GEC)-Kaukus Ekonomi HIjau, yang telah berdiri sejak 2010. (OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *