Headline

Anak-anak Desa Ngayah di Pura Gede Pulaki Buleleng Tanpa Pamrih

×

Anak-anak Desa Ngayah di Pura Gede Pulaki Buleleng Tanpa Pamrih

Sebarkan artikel ini

Bali, faktapers.id – Ngayah di pura biasanya identik dilakukan oleh orang dewasa atau para jro pemangku. Namun, di Pura Gede Pulaki Desa Banyupoh kecamatan Gerokgak  malah sangat  berbeda. Beberapa anak-anak sekolah dasar ngayah di pura tersebut untuk membantu para warga yang datang melakukan persembahyangan agar tidak dikerumuni atau di ganggu kera.

Mereka ngayah bukan untuk menjadi seoarang pemangku melainkan anak-anak tersebut memiliki niat dengan tulus dan ikhlas membantu para pemedek.

Maka tidak heran ketika anda melintas di Pura Pulaki  yang berada pinggir pantai di Jalan Raya Singaraja-Gilimanuk. Kerap kali dijumpai anak-anak berusia belasan membawa tongkat kayu dan berpakaian adat Bali di sekitar Pura.

Salah satunya Ketut Marlon Tangkas Gede Agung, (11)bersama tiga orang temannya mengatakan ngayah di Pura Pulaki ia lakukan sejak tiga tahun yang lalu. Apalagi ditengah libur sekolah belajar dilakukan dari rumah ia lebih banyak memanfaatkan waktu ngayah di pura Pulaki bersama teman-teman sekolah.

Dia mengaku ngayah di pura bukan karena paksaan. Tetapi karena niat tulus dan ikhlas untuk membantu pemedek yang akan nangkil (datang) ke pura agar khusyuk sembahyang.

“Jadi ketimbang main tak tentu, mendingan saya ngayah di pura. Ini juga isi waktu,” ujar Tangkas saat ditemui di Pura Pulaki (27/7).

Pemedek yang datang dari luar Buleleng biasanya akan merasakan risih atau sedikit terganggu oleh ulah para kera (wanara). Jika lengah, bisa saja sesajen dan canang yang dibawa pemedek akan dijarah oleh kawanan kera yang telah berpuluh tahun hidup di areal pura dan dilindungi warga sekitar.

“Nah agar pemedek tidak diganggu kera dan merasa nyaman bersembahyang. Sayalah dan teman-teman akan mengusir. Agar sesajen dan canang tak diambil kera,” ucap anak yang kini duduk di Kelas 4 SD.

 

Diakui Tangkas selama libur sekolah dan kegiatan belajar dilakukan secara jarak jauh. Dia dan kawan-kawan lainnya lebih banyak waktu ngayah di pura. Ngayah di pura mulai sejak pukul 08.00 pagi hingga pukul 12.00 siang. Setelah itu baru tugas belajar ia kerjakan. Begitu pula sebaliknya pagi belajar jarak jauh. Baru siang harinya ngayah di pura.

Ngayah di pura tak hanya sebagai mengusir kera. Kadang kala pemedek meminta membeli canang, jerigen air dan membeli buah anggur untuk pakan kera.

“Pemedek yang menyuruh tersebut kadang memberikan uang kepada kami tanpa kami minta,” ujarnya.

Uang hasil pemberian dari para pemedek. Kalau dulu itu pihaknya bersama teman-temannya dipakai untuk membeli makanan. Sekarang tidak malah dikumpulkan untuk membeli paket internet. Untuk menunjang proses pembelajaran jarak jauh.

“Sehari kami dan kawan-kawan bisa mendapat uang sebesar Rp 10 ribu. Itu kami kumpulkan pakai beli paket internet,” ungkapnya.

Sementara itu Jro Mangku Komang Edi pemangku di Pura Pulaki saat Faktapers melakukan persembahyangan mengakui pengempon pura tak pernah menyuruh agar anak-anak ngayah di pura. Melainkan niat dari mereka sendiri.

“Anak-anak ngayah disini untuk membantu pemedek yang melaksanakan ritual agar nyaman tidak diganggu kera. Merakalah yang mengusir kera. Sehingga pemedek sangat nyaman dan merasakan terbantu,” ungkapnya.

Kendati banyak anak-anak sekolah dasar yang ngayah namun rata-rata dari mereka yatim piatu. Pihaknya pura merasa terbantu dan tidak pernah mengganggu kegiatan proses belajar belajar mereka setiap hari. Bahkan mereka ngayah disini bisa sambil belajar.

“Anak-anak ngayah di pura rata-rata sebagian besar dari anak yatim piatu, bahkan mereka jika ada rejeki dari pemedek uang tersebut dikumpul dan dibelikan makan untuk kera disini.Kami pihak pura sangat merasa terbantu keberadaan mereka,” pungkasny. (Des)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *