Denpasar- Bali, Faktapers.id – Sidang kasus dugaan penggelapan dan/atau penipuan dengan terdakwa Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sedana Yoga Ni Luh Sri Artini (43) memasuki babak akhir. Dimana sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Benny Oktafianus, SH,.MH yang adalah Ketua Pengadilan Negeri Negara akan digelar pada Selasa, 18/08/2020 mendatang secara daring.
Pada agenda sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum yang terdiri dari Ivan Praditya Putra, Arief Ramadhoni dan Ni Made Desi Mega Pratiwi telah menuntut terdakwa 3 tahun pidana karena telah menurut JPU berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua.
Sementara, saksi korban I Made Wirantara melalui penasehat hukumnya Yulius Benyamin Seran menyampaikan harapan dan permohonan agar kiranya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili kasus ini memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Menurut Benyamin, membujuk orang lain in casu korban untuk menandatangani Surat Pengakuan Hutang dan Perjanjian Kredit fiktif dengan maksud menimbulkan hutang sekaligus melegitimasi penguasaan sertifikat tanah milik almarhum ayah korban merupakan delik pidana penipuan. “Untuk itu sudah sepatutnya Majelis Hakim akan memberikan putusan yang adil dan bijaksana sesuai fakta persidangan tentunya,” urainya.
Apalagi penguasaan asli satu buku tanah berupa Sertifikat Hak Milik No. 1726/Desa Manistutu seluas 5900M2 tanpa alas hak yang sah jelas melawan hukum. Benyamin menambahkan bahwa Surat Pengakuan Hutang dan Surat Perjanjian Kredit yang dijadikan alas hak oleh terdakwa untuk terus menguasai asli SHM No. 1726 milik Korban, sudah terbukti di hadapan persidangan bahwa surat-surat tersebut fiktif karena isi surat tersebut tidaklah benar. Korban tidak pernah berhutang dengan jaminan sertifikat tanah. “Perbuatan terdakwa datang ke dalam Rutan Kelas II B Negara untuk menemui korban kemudian membujuk korban untuk menandatanganinya disertai dengan ancaman, jelas kriminal,” ujarnya.
Setelah ditandatangani oleh korban, surat tersebut digunakan oleh terdakwa sebagai dasar mengajukan gugatan perdata terhadap korban dengan meminta pengadilan menghukum korban membayar hutang sekaligus meminta pengadilan mengesahkan SHM No. 1726/Desa Manistutu seluas 5900M2 atas nama alm. I Putu Sarwa adalah sah sebagai jaminan hutang. Namun pengadilan telah menolak seluruh gugatan dari terdakwa tersebut karena terbukti surat surat tersebut dibuat dengan cara menyalagunakan keadaan. Bahkan, setelah terdakwa kalah pada gugatan perdata jilid I, ia kembali mengajukan gugatan perdata jilid II, namun lagi-lagi terdakwa kalah pada tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Semestinya, setelah seluruh upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa melalui pengadilan kandas, terdakwa harus menyerahkan kembali asli sertifikat tanah tersebut kepada korban. Namun terdakwa menolak mengembalikan meskipun telah diminta bahkan disomasi.
Atas dasar itulah, korban yang merasa ditipu serta tidak terima sertifikatnya dikuasai oleh terdakwa tanpa hak melaporkan terdakwa ke Polda Bali pada akhir tahun 2019 lalu, berdasarkan laporan polisi nomor LP/393/X/2019/Bali/SPKT.
Alhasil, terlapor Ni Luh Sri Artini diperiksa sebagai saksi, kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan sekarang menjadi terdakwa kasus penipuan dan penggelapan.
Kini, menjelang sidang putusan saksi korban I Made Wirantara berharap terdakwa divonis bersalah dan sertifikat tanah nomor 1726/Desa Manistutu tersebut dikembalikan kepada korban.(*).