Jakarta, faktapers.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan stunting merupakan salah satu isu tumbuh kembang anak yang menjadi tantangan besar bangsa kita. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Hal ini disebabkan karena anak kekurangan gizi kronis pada awal kehidupannya.
Dalam Dialog Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan tema ”Pentingnya ASI dalam Upaya Pencegahan Stunting,” Menteri Bintang menegaskan upaya pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memberikan perhatian khusus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak, diantaranya melalui pemberian ASI ekslusif. Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) memiliki potensi besar untuk memberikan edukasi dan pendampingan berkelanjutan, khususnya dalam memberikan dukungan bagi ibu menyusui beserta keluarganya.
Dialog yang merupakan tindaklanjut dari pertemuan virtual yang diselenggarakan Sekretariat Wakil Presiden RI dalam rangka Peringatan Pekan ASI Sedunia Tahun 2020 beberapa waktu lalu bertujuan memperkuat kapasitas para psikolog/konselor, dinas di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sebagai pelaksana PUSPAGA untuk memahami pentingnya ASI dalam upaya pencegahan stunting. Saat ini, sudah ada 135 PUSPAGA yang tersebar di 12 provinsi dan 120 kabupaten/kota, serta pelayanan secara online yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Beberapa bentuk edukasi yang dapat diberikan tim psikolog dan konselor PUSPAGA profesional kepada keluarga untuk mendukung ibu menyusui, yaitu keluarga mampu memberikan dukungan kepada ibu menyusui, keluarga mampu memberikan afirmasi positif untuk meningkatkan kepercayaan diri sang ibu, keluarga berserta ibu menyusui memperoleh informasi terkait menyusui dan mampu memahaminya, dan keluarga mampu membantu menyiapkan kebutuhan ibu seperti asupan makanan yang bergizi serta peralatan yang membantu proses laktasi.
Selama ini Pemerintah Indonesia telah melakukan intervensi stunting yang terbagi dalam 2 (dua) kerangka intervensi, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif. Intervensi Gizi Spesifik merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 HPK. Sementara itu, Intervensi Gizi Sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70 persen intervensi stunting.
“Ketika keluarga mendapatkan informasi yang tepat, maka perempuan sebagai ibu juga akan merasa berdaya, didukung, dan termotivasi untuk menyusui. Pemberian ASI dilakukan demi memenuhi kebutuhan gizi bayi, sudah semestinya ibu tidak dibiarkan menghadapi proses ini seorang diri. Untuk mencapai tumbuh kembang anak yang maksimal, dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat maupun daerah, lembaga, dunia usaha, dan masyarakat. Mari bersama-sama kita bersinergi memenuhi hak dan gizi anak yang tepat melalui pemberian ASI. Hal ini bertujuan agar seluruh anak Indonesia menjadi anak berkualitas menuju cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030 dan Indonesia Emas Tahun 2045, yaitu menjadi anak cerdas, kreatif, peduli dan memiliki sikap kepemimpinan,” tambah Menteri Bintang.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif sejak lahir memiliki risiko mengalami stunting 4,8 kali dibandingkan balita yang diberikan ASI eksklusif sejak lahir (Penelitian Jurnal Ibu dan Anak pada 2019). “Untuk itu, kita harus mendorong para ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka untuk mencegah terjadinya stunting pada anak,” jelas Lenny.
Dalam upaya mendorong peningkatan pemberian ASI dan memenuhi gizi yang seimbang pada anak, Kemen PPPA telah mengembangkan berbagai program untuk mengubah perilaku, meningkatkan pemahaman, dan peran serta masyarakat, diantaranya sejak 2016 telah melakukan Sosialisasi ASI Eksklusif bagi Keluarga sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) di 34 provinsi, sejak 2017, telah memberikan bantuan prasarana Ruang ASI di 29 provinsi dengan sasaran utama di 3 (tiga) lokasi, yaitu pasar tradisional, terminal bus, dan pelabuhan, sejak 2018 menginisiasi pembentukan Model Kampung Anak Sejahtera (KAS) dalam rangka pencegahan stunting dan perbaikan status gizi anak, termasuk promosi ASI eksklusif bagi ibu dan keluarga di desa-desa, pembuatan dan penyebarluasan materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang gizi seimbang yang informatif, baik bagi anak maupun orang tua dan keluarga ke seluruh wilayah Indonesia, mengintegrasikan program pemenuhan hak anak atas gizi seimbang dalam rangka pencegahan stunting dalam pengembangan Program Sekolah Ramah Anak (SRA), Forum Anak, dan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA).
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menegaskan untuk menyiapkan anak sebagai generasi unggul dan generasi terbaik, para orangtua maupun calon orangtua harus mempersiapkan perencanaan terbaik, tidak hanya di 1.000 hari pertama kehidupan, tapi juga di 100 hari sebelum kehidupan, mulai dari proses pembuahan dan kehamilan. “Kunci sukses pemberian ASI ekslusif pada anak, ada di pemahaman. Jika pemahaman orangtua dan keluarga bagus, maka akan mempengaruhi upaya mereka dalam melakukan upaya terbaik bagi anak. Untuk itu, pentingnya memberikan pemahaman seperti konseling terkait pemberian ASI ekslusif. Ketika anak mendapat pemberian ASI ekslusif yang cukup, kemudian adanya jarak kelahiran yang cukup (spacing), dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dilakukan dengan baik, maka hal ini dapat mencegah stunting dengan luar biasa. Pemberikan ASI ekslusif ini juga merupakan KB alami,” ungkap Hasto.
Public figure dan Ayah ASI, Sogi Indra Dhuaja menjelaskan ayah menduduki posisi terpenting sebagai support system bagi istri dalam proses pemberian ASI ekslusif bagi anak. “Upaya melibatkan ayah dalam proses pemberian ASI eksklusif bagi anak adalah kerja bersama, butuh kerja keras, dan menjadi pekerjaan rumah bersama yang panjang. Kita tahu hal ini sangat penting dan harus disampaikan kepada para ayah, namun seringkali kita bingung bagaimana cara menyampaikannya. Untuk itu, ayah ASI hadir dengan bahasa yang bisa dimengerti kaum laki-laki. Semoga teman-teman PUSPAGA tetap semangat dalam menyampaikan informasi penting yang kita bahas hari ini. Jangan lupa menyampaikan dengan cara yang bisa diterima masyarakat karena ini salah satu tantangan kita, mengingat masih banyak stigma di masyarakat yang menganggap urusan anak hanya urusan ibu, padahal menjadi urusan ayah dan ibu bersama,” pungkas Sogi.
Dalam dialog tersebut hadir pula para pembicara dari Kementerian Kesehatan dan UNICEF yang menegaskan pentingnya ASI bagi tumbuh kembang anak optimal. Herry