Oleh: *I Putu Sudibawa
Karangasem – Bali, Faktapers.id – Pandemi Covid-19 telah membatasi ruang tatap muka guru dan murid. Namun, di balik terbatasinya ruang bertemu guru dan murid, hadir berbagai kebaikan yang dahsyat tentang perilaku sehat-higienis.
Kehadiran program Merdeka Belajar yang yang digagas menjadi obor untuk bergerak bersama mengatasi permasalahan pendidikan di masa pandemi ini. Merdeka Belajar menginspirasi hadirnya kurikulum nirbatas terhadap waktu, jarak, usia, ruang, regulasi, variasi, dan stratifikasi.
Misi Merdeka Belajar sesuai filosofi Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara untuk menciptakan ekosistem pendidikan nasional yang lebih sehat, berasas gotong royong dengan menghadirkan iklim inovasi sehingga mampu menghasilkan SDM unggul dan berkarakter.
Merdeka Belajar dapat digunakan bersama selama untuk kepentingan dunia pendidikan dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Diketahui sudah ada 5 episode Merdeka Belajar diluncurkan untuk mempercepat kemajuan pendidikan, salah satunya adalah guru penggerak. Guru penggerak dituntut untuk dapat menjadi teladan, serta bisa memotivasi sehingga menguatkan kemampuan untuk memberdayakan peserta didik. Tumbuh kembang secara holistik sejalan secara cipta, rasa, dan karsa. Tajam pikirannya, halus rasanya, kuat dan sehat jasmaninya. Diharapkan guru penggerak menghadirkan tiga kata kunci yang perlu diterapkan bagi seorang guru, yaitu teladan, motivasi, dan berdaya atau merdeka.
Urgensi Kurikulum Nirbatas dan Alam Terinpirasi dari ulasan, Deni Hadiana (2020), pendiri Indonesia Bermutu, Merdeka Belajar episode guru penggerak, kurikulum nirbatas menjadi penting. Kurikulum nirbatas itu hakikatnya melekat pada setiap hamba Tuhan yang telah ditakdirkan memiliki berbagai modal untuk menjaga diri, sesama, dan benda serta alam sekitar agar senantiasa berada dalam harmoni, sinergi, dan kedamaian dengan menjadikan ruang kehidupan bak ruang kelas dengan langit sebagai atap, bumi sebagai lantai, gunung, lembah, dan lautan sebagai dinding.
Kurikulum nirbatas adalah kurikulum kehidupan. Disinilah keberanian kita untuk keluar dari fatamorgana standardisasi kurikulum ke kustomisasi kurikulum; satu murid satu kurikulum. Sekolah, guru, murid, orangtua bersama-sama memformulasi dan mensinkronisasi variasi minat dan bakat murid dengan tuntutan zaman dan berbagai sumber daya yang dimiliki. Guru dan murid berkolaborasi dalam pembelajaran dan penilaian dari mulai menginisiasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi baik perjalanan (proses) pembelajaran maupun destinasi-destinasi atau hasil pembelajaran.
Geografis negara kita yang beragam, dengan berbagai macam budaya dan karakteristik, kita tidak bisa menyeragamkan yang harus dilakukan selama pandemi. Dalam konteks ini, pembelajaran ibarat petualangan dan penilaian bak aplikasi peta. Sebelum melakukan petualangan, guru dan murid bersama-sama merefleksi berbagai kekuatan dan kelemahan, keinginan dan kebutuhan, tantangan dan peluang, rute yang akan dilewati, moda-metode yang digunakan, dan destinasi-destinasi yang akan disinggahi dan dicapai, serta tempat dan waktu memulai perjalanan.
Disinilah pembelajaran dan penilaian dengan pemanfaatan bahan alam menjadi penting dikembangkan dan diaplikasikan kepada peserta didik. Kurikulum yang didesain, hendaknya mengacu pada “kurikulum alam“ yang dianut secara turun temurun bukan tidak mungkin untuk dikembangkan untuk keperluan lokal.
Kurikulum lokal yang ingin dikembangkan dijadikan satu paket untuk untuk siap hidup sesuai dengan kondisi daerahnya, yang tentunya didapatkan dari sejarah kehidupan yang panjang dalam kehidupan, dan dikukuhkan dalam kurikulum yang tidak tertulis, atau dalam sistem pendidikan yang berbijak pada bumi sendiri.
Dalam desain kurikulum pendidikan, adopsi pengalaman empiris mereka dengan memperhatikan potensi wilayah dan kajian secara akademis perlu dipadukan. Mengajak peserta didik untuk memanfaatkan bahan alam yan ada dilingkungan sekitar sebagai media pembelajaran kimia.
Misalnya mengajak peserta didik menggunakan kunyit untuk menguji bahan-bahan yang bersifat asam dan basa yang ada di dapur. Dengan mengetahui perubahan warna yang terjadi pada kunyit dalam asam dan basa, peserta didik diajak untuk menguji bahan-bahan yang ada disekitarnya untuk mengetahui asam atau basa. Semua ini dilakukan agar peserta didik terbentuk karakternya dalam mencintai lingkungan dan rasa syukur kehadapan Tuhan. Belajar dengan mengikuti orang tuanya berladang, menembus hutan, belajar dengan orang tua mereka.
Mereka belajar kesuburan tanah, memilih bibit tanaman, tanda-tanda alam, pergantian musim, berpindah ladang demi pemulihan kesuburan dan daur alam. Atau anak-anak nelayan seperahu dengan bapaknya belajar tentang arah angin, ombak, kehidupan laut atau burungburung camar.
Akhirnya, tibalah guru dan murid pada destinasi-destinasi yang mereka tuju dan mengetahui sudah sampai setelah menyinkronkan informasi yang ada di aplikasi peta dengan ciri-ciri atau indikator destinasi yang mereka singgahi dan capai. Guru harus betul-betul memastikan semua murid mencapai destinasi sesuai minat dan bakat para murid.
Oleh karena itu, guru harus piawai memformulasi indikator perencanaan, perjalanan, dan pencapaian destinasi, memfasilitasi semua murid, memandu perjalanan, dan memastikan semua murid tidak tersesat dan sampai di destinasi yang akurat dengan efektif.
Penulis: * Guru Kimia dan Kepala SMAN 1 Rendang.
Ans