Headline

Bertahun Tahun Polemik Sempadan Pantai Anturan Akhirnya Temukan Benang Merah

648
×

Bertahun Tahun Polemik Sempadan Pantai Anturan Akhirnya Temukan Benang Merah

Sebarkan artikel ini

Singaraja.Bali.Faktapers.id-Polemik kawasan sempadan pantai Anturan kecamatan Buleleng tepatnya di Lila Cita yang diduga dikuasai pihak asing akhirnya menemukan benang merah.

Sejak tahun 2015 silam, polemik  sempadan pantai yang diklaim kepemilikannya dan pemanfaatannya antara dua kubu yakni seorang WNA asal Jerman bernama Ernest Bourt (85) dan Desa Adat Anturan. Kedua pihak akhirnya sepakat mengakhiri polemik ini, dengan melakukan pengukuran ulang tapal batas-batas kepemilikan sempadan pantai dengan  tanah Ernest

Dari informasi diterima, polemik ini berawal dari adanya saling klaim kepemilikan lahan sepada pantai. Sejak itulah polemik lahan sempadan pantai yang juga diklaim oleh Desa Adat Anturan sebagai wewidangan desa Adat, berkelanjutan hingga belum mendapat titik temu.

Desa Adat memasang plang bahwa lahan itu wewidangan desa Adat Anturan. Bahkan kabarnya, Ernest juga sempat melarang warga beraktivitas di areal tersebut dan melarang nelayan desa setempat menaruh sampan didepan kediaman Ernes yang persis menghadap pantai.

Polemik ini akhirnya terselesaikan, pasca DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng, melakukan mediasi kedua belah pihak. Dan terpantau  Jumat (2/10), anggota DPC GTI Buleleng bersama aparat Desa Anturan dan Desa Adat turun ke lokasi untuk melakukan pengukuran awal, yang dihadiri juga Ernest.

“Kami telusuri kebenarannya hingga dapat benang merah. Akhirnya ada kesepakatan untuk ukur ulang batas masing-masing. Jadi nanti BPN akan turun mengukur sesuai dengan yang ada. Sempadan pantai itu tanah negara, kalau desa adat mau memanfaatkan bisa memohon ke pemerintah kabupaten, tanah yang bersangkutan masih 3 meter keutara laut” ujar Gede Budiasa Ketua DPC GTI Buleleng.

Gede Budiasa berharap desa Anturan kedepan menjadi desa Bahari,(Bersih Aman Lestari) bebas dari korupsi, lingkungan bersih serta tidak mudah menerima para pengadu domba yang notabennya berimbas ke nama desa.

Sementara Klian Desa Adat Anturan, Ketut Mangku dilokasi mengatakan, persoalan ini sudah ada kesepakatan. Mangku menegaskan, sempadan pantai itu merupakan wewidangan desa adat Anturan. Dengan kesepakatan ini, diharapkan secara bersama-sama bisa memanfaatkan pengelolaan sepadan pantai ini.

“Sesuai Perda No. 4 tahun 2019, desa adat diberikan pengelolaan. Bisa saling bersama-sama. Jadi sudah ada pengukuran, jelas mana batas masing-masing. Sekarang sudah tidak ada masalah lagi,” ujar Mangku.

Secara aturan sempadan pantai kini  hak pengelolaanya telah diserahkan ke provinsi Bali, namu adat belum memohon atas kelebihan tanah tersebut hingga wisatawan Ernest memasang tanggul abrasi agar lahan milikinya tidak termakan ganasnya ombak pantai.

Diduga polemik ini di tunggangi pihak ketiga yang sengaja memperkeruh suasana desa menjadi tidak aman, sehingga desa adat dimanfaatkan pihak tertentu.

Kades  Desa Anturan, Ketut Soka Spd., mengatakan pihak desa Anturan hanya berupaya mengamankan pantai di desa Anturan. “Dengan mediasi, jadi sudah jelas semua. Kami hanya mengamankan pantai ini. Kedepan akan kami lestarikan lahan sepadan pantai ini, dengan menanam pohon,” jelas Perbekel Soka.

Sementara Ernes Bourt mengaku, sudah menerima kesepakatan tersebut. Ernes pun sangat terbuka kepada masyarakat, untuk jadikan sempadan pantai tersebut sebagai area publik. “Sangat terbuka untuk area publik. Saya happy (senang) dan sangat welcome,” pungkas Ernes Bourt sambil mengeluh dadanya sakit. Des

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *