Jakarta, Faltapers.id –Tak dipungkiri Indonesia yang berpenduduk 250 juta kini sedang berselancar dalam pusaran tiga gelombang.
Adapun gelombang yang sedang menerpa adalah transformasi masyarakat dari gelombang peradaban subsistens, peradaban industri meloncat ke gelombang peradaban informasi.
Pasalnya lewat platform media massa mulai dari media cetak, radio, televisi, online (siber), dan medsos informasi membanjiri benak manusia Indonesia. Informasi tersebut ada yang faktual dan benar serta mencerdaskan bangsa. Namun, ada pula informasi yang berisi hoax, kebohongan, intoleransi dan kebencian.
Dewan Pers berdasarkan UU No. 40/1999 tentang Pers (disingkat UU Pers) diberi kewenangan untuk membantu masyarakat bagaimana menghadapi membanjirnya infor-masi, yang dipasok oleh aneka ragam media.
Hak masyarakat untuk mengetahui media mana saja yang telah memenuhi ketentuan UU Pers, dan untuk mendapat pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers menyikapi media yang beritanya dituduh bermasalah adalah bagian dan tugas lembaga independen tersebut untuk memenuhinya.
Maka dengan melakukan pengkajian, investigasi dan memverifikasi kehidupan pers nasional sesuai dengan kewenangannya, Dewan Pers memberi penjelasan kepada pengguna media, bahwa media yang menjadi domain Dewan Pers adalah media yang berbadan hukum Indonesia dan yang nama, alamat, dan penanggungjawabnya diumumkan terbuka.
Sementara media yang tidak memenuhi ketentuan UU Pers termasuk media sosial yang beritanya dituduh mencemarkan nama baik atau bermuatan hoax, kebohongan, intoleransi, dan kebencian adalah domain penegak hukum.
Kemudian, hasil verifikasi media oleh Dewan Pers semakin diperlukan oleh publik. Karena, jumlah media meningkat secara tajam. Hak masyarakat untuk mengetahui media mana saja yang memenuhi ketentuan UU No. 40/1999 tentang Pers tentu saja menjadi tanggungjawab Dewan Pers untuk memenuhinya. */Uaa