Singaraja.Bali.Faktapers.id-Desa Adat Kubutambahan,Buleleng gelar paruman adat untuk membahas pertanggung jawaban lahan duwen pura yang selama ini menjadi polemik didesa tersebut. Sehingga rencana pembangunan Bandara Bali Utara kebarat kebirit.
Lahan tersebut sebelumnya dikontrak PT. Pinang Propertindo, menariknya dalam kontrak tersebut dilakukan dengan kesepakatan 30 tahun tanpa batas diduga atas dan oleh Bendesa Adat Jro Pasek Warkadea. Hal itu menuai protes keras dari desa Linggih,desa Negak, desa Latan dan Sampingan yang masing-masing berjumlah 33.
Menurutnya mestinya paruman agung tersebut dihadiri 99 kerama namun rapat Sabtu, (27/2) pukul 09.00 wita dan berakhir 12.30 wita hanya menghadirikan segelintir kerama dari Desa Linggih. Salah satunya Nyoman Sumenasa, Ngurah Mahkota dan 20 orang lainya.
Sisi lain salah satu kerama yang menerima undangan rapat ditolak masuk keareal pura padahal acara paruman (rapat ) tersebut belum dimulai namun pintu telah tertutup rapat.
Menariknya seluruh Kelian Dadia menerima surat undangan dari Jro Pasek seperti diucapkan Kelian Dadia Kebuntubuh,
“Ini undangan resmi, kami mewakili dadia kalau undang desa Linggih kami juga. Katanya undangan ini sudah dicabut tapi kapan pencabutanya yang pasti belum ada pemberitahuan dari desa. Untuk Desa Linggih sudah ada yang mewakili, untuk kelian dadia(pura) kami, makanya kami duduk diluar apalagi kami jauh-jauh datang guna menghadiri apa pembahasan itu,”Ketut Budiada kelian dadia Kebuntubuh
Dalam pembahasan pertanggung jawaban tersebut, berjalan alot namun kekurang forum menjadikan Ngurah Mahkota dan Nyoman Sumanasa ol aut dari paruman tersebut.
“Kami belum bisa menerima paruman ini dari Bendesa Adat, yang datang ini segelintir orang jumlah desa Latan, Linggih, Sampingan hampir 99 orang. Tiga komponen ini harus dilibatkan, kami hargai situasi Covid ini tidak diperkenan mengumpulkan orang banyak. Mari cari kesempatan lain untuk menggelar paruman ini, sehingga tiga komponen ini mengetahui dan kami tidak ada maksud tertentu,”ujar Ketut Ngurah Mahkota dan langsung meninggalkan paruman.
Sisi lain diluar areal Pura Desa terjadi demo dari kelompok KOMPADA dengan membentangkan spanduk bertuliskan “370 HEKTAR tanah duwen desa adat Kubutambahan dikuasai Hak Kelolanya oleh Mafia Tanah Jakarta selamanya. Saatnya Krama Adat Kubutambahan Bangkit dan Berjuang Bersama Selamatkan Duwen Ida Bhatara”
Selaku Bendesa Adat Kubutambahan Jro Pasek Warkadea kepada Faktapers.id dan awak media lainya setelah usai paruman mengatakan tugas dan fungsi tanggung jawab desa Linggih menggelar rapat memberikan hak suara dalam pengambilan keputusan, termasuk pengelolaan keuangan dan asset.
“Jadi paruman desa, desa Latan adalah ngayah dan desa latan keluarga desa Linggih. Nah kalau keduanya hadir paruman dalam kondisi Pandemi Covid-19 ini saya yang disalahkan melanggar prokes dan bagaimana mengambil keputusan, desa Linghih adalah perwakilan. Dalam UUD 45, sila 4 Pancasila disebutkan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.Artinya pengambilan keputusan bisa hanya perwakilan dadia dan panti atau komponen perwakilan,” terangnya.
Terkait dengan sewa kelola lahan, lebih lanjut dikatakan Warkadea dalam penyelenggaraan upacara baru dilibatkan desa Latan, Sampingan dan tidak dikenakan biaya(urunan) yang mana kas dari pertanggung jawaban.
“Terkait dengan pembahasan tadi Asset lahan Duwe Pura Desa Adat Kubutambahan yang disewa kontra PT. Pinang Propertido. Ketika persoalan ini muncul adanya isu Bandara, Gubernur Bali Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.Tanah DP berubah menjadi tanah negara mohon maaf inilah yang di manfaatkan menjadi menejement konflik supaya kami setuju menggunakan tanah duwe pura menjadi tanah negara. Dari pada tanah DP hilang lebih baik tidak ada bandara,” papar Jro Pasek Warkadea. Des