Headline

Selama Pandemi Corona, 18 Perusahaan Penggilingan Padi di Delanggu Gulung Tikar

×

Selama Pandemi Corona, 18 Perusahaan Penggilingan Padi di Delanggu Gulung Tikar

Sebarkan artikel ini

Klaten, faktapers.id – Sulitnya menjual gabah tak hanya dikeluhkan oleh para petani di Kecamatan Delanggu, Klaten, Jawa Tengah belakangan ini. Namun keluhan yang sama juga terjadi pada pengusaha penggilingan padi yang mengaku sulit menjual ke pasaran, karena harus bersaing dengan Bulog.

Sementara harga gabah di tingkat petani sejak musim panen rendeng lalu di bulan Maret 2020 hingga saat ini masih tetap sama yaitu Rp 450.000 per kuintal. Sekarang saat mendekati musim panen lagi harga masih tidak pernah beranjak naik.

Ironinya, malah gabah petani cenderung sulit dijual, para tengkulak menolak membeli dengan alasan tidak ada uang atau pasar sepi. Hal tersebut masih diperparah dengan hama dan kelangkaan pupuk dipasaran. Akhirnya petanipun pasrah dengan keadaan.

“Untuk harga saat ini tetap sama yaitu Rp 450.000 per kuintal dari bulan Maret 2020. Karena terus merugi, sawah saya digarap orang lain dengan sistem bagi hasil. Sedangkan saya alih profesi jualan nasi lalapan,” kata Samin, petani warga Sidodadi, Delanggu, Senin (15/2/2021).

Salah satu pemilik penggilingan padi, Ali Sadikin mengatakan, kondisi pengusaha penggilingan padi selama pandemi Covid-19 banyak yang tutup. Hal ini dikarenakan pemasaran yang sepi dan hasil pertanian tahun ini menurun drastis.

“Kami meminta pada pemerintah agar membuka peluang bagi petani untuk bisa menjual hasil panennya ke Bulog, karena hasil panen bulan Maret yang lalu susah jualnya. Akibatnya tercatat ada 18 penggilingan padi di Delanggu gulung tikar,” ungkap Ali.

Harapannya, pemerintah bisa membebaskan setiap desa untuk melaksanakan pengadaan beras bagi BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) ataupun Bantuan Sosial. Agar pengusaha penggilingan atau pedagang beras bisa terus berjalan tidak bangkrut. Tengkulak yang bisa membeli gabah petanipun bisa tetap berjalan.

Plt Camat Delanggu, Joko Suparjo membenarkan keluhan petani yang semakin sulit ini. Menurutnya, kondisi tersebut disebabkan oleh proses alami yaitu lahan pertanian yang semakin berkurang serta sistem pola pertanian yang harus dirubah.

“Kesulitan utama petani adalah dimana mereka tidak bisa membiayai panennya, setelah berjibaku membiayai pengolahan awal yang sangat mahal. Artinya biaya pengelolaan pertanian yang mahal sedangkan dijual harganya tidak bisa menutup modal,” tegas Joko.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus Pemerintah Kecamatan Delanggu, Joko menuturkan pihaknya akan berusaha mengkoordinasikan dengan paguyuban (Perpadi) di wilayah Delanggu untuk membahas secara rutin setiap bulannya. Madi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *