Jakarta, faktapers.id – Dalam diskusi akademik, “80 Tahun Prof. Bagir Manan”, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menekankan bahwa Hakim itu pada dasarnya menegakkan keadilan bukan menegakkan peraturan.
“Pasal 1 ayat 3 hasil amandemen UUD 1945 memberikan hakim kreativitas membuat putusan berdasarkan rasa keadilan di masyarakat. Hakim disamping menegakkan hukum, juga menegakkan keadilan. Putusan Pak Bagir Manan sebagai hakim, banyak yang kita lihat mempengaruhi pembentukan hukum kita,” kata Mahfud dalam keynote speech-nya pada acara diskusi akademik, “80 Tahun Prof. Bagir Manan” bertema “Peran Putusan Hakim Dalam Pembentukan Hukum Nasional” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia secara daring pada Kamis, (26/8/2021).
Acara diskusi tersebut dikhususkan dalam memperingati ulang tahun Prof Bagir Manan dan mengulas putusan-putusan landmark dalam karirnya sebagai ketua Mahkamah Agung dan akademisi hukum. Hadir sebagai pemateri yaitu: mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. I Dewa Gede Palguna, Guru Besar Fakultas Hukum UII, Prof. Ni’matul Huda, Akademisi dari Universitas Sidney, Prof. Simon Butt, serta Dosen Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Lailani Sungkar.
Dalam sambutannya, Bagir Manan mengatakan bahwa, saat ini peran hakim tidak begitu mengedepan, itu tidak lepas dari tanggung jawab Fakultas Hukum. Menurutnya, sistem pendidikan hukum kita kurang membawa mahasiswa ke hal-hal nyata tentang hukum, termasuk pembahasan kasus-kasus, sehingga lulusan hukum tidak familiar dengan seluk beluk putusan hakim.
“Contoh kalau ilustasi kasus hukum dalam pengajaran, memakai putusan di Belanda di Hogeraad tahun 1900-an. Seolah-olah tidak ada kasus di negeri kita. Seharusnya kita gunakan putusan-putusan terkini untuk mendekatkan kenyataan hukum dengan mashasiswa,” ujarnya.
Bagir menyoroti, bahwa Hakim masih dilekati tradisi hanya menerapkan hukum, belum tradisi menjadi lawmaker. Ia berharap acara diskusi ini bisa mendorong metode pendidikan hukum yang lebih mendorong hakim sadar, bahwa mereka adalah sumber hukum.
Sedangkan Mahfud memberikan contoh dalam sengketa Pilkada, ketika ia menjadi hakim MK, “Kecurangan dalam Pilkada harus terstruktur, sistematis, masif, menjadi bagian dari tata hukum kita setelah Putusan MK. Sebelumnya tidak ada dalam tata hukum kita, namun setelah itu digunakan terus. Bahkan di UU disebutkan, di peraturan KPU dan Bawaslu disebut, hal itu yang membuat pertama kali adalah MK,” ujar mantan Ketua MK tersebut.
Contoh lain menurutnya, saat pembuktian, mendengarkan rekaman di pengadilan MK, pada kasus Bibit-Chandra. Atas dasar bukti pemutaran rekaman itu, menurutnya, lantas dijadikan dasar memutuskan membatalkan pasal yang berpotensi mengkriminalisasi pimpinan KPK.
“Oleh sebab itu Hakim harus kreatif untuk menegakkan hukum, keadilan dan kemanfaatan, tidak boleh hanya dibelenggu UU, karena jual beli rentan bisa terjadi pada penggunaan pasal UU yang mana pada memutuskan suatu perkara,” pesan Mahfud dalam diskusi. Her