Oleh: *Rachel Hot Uli Taramanda Naibaho
Jakarta – Transaksi perdagangan atau jual-beli dapat dikatakan resmi atau sah, jika terpenuhinya syarat- syarat yang berlaku. Konteks ini berlaku juga pada hukum penjualan warisan yang sama konteksnya dengan hukum penjualan pada umumnya.Dalam hal ini warisan yang disebutkan merupakan warisan yang jelas, terutama dalam hak-hak pewaris. Jika, hak-hak pewaris telah terlaksanakan maka kewajiban para pewaris dilaksanakan.
Kewajiban pewaris dalam hal ini merupakan warisan ahli waris secara otomatis beralih ke ahli warisnya. Warisan yang belum dibagi tidak resmi untuk diperjualbelikan, demikian dalam harta waris masih ada hak ahli waris lainnya dan tidak jelas siapa yang akan menjadi pemilik barang tersebut.
Menelaah dari kasus yang telah diputuskan oleh Mahkamah Syariah Sigli dengan Nomor 291/Pdt.G/2013/ Ms.Sgi yaitu kasus Syarifah Zubaidah sebagai penggugat dan T. Iskandar sebagai tergugat. Diawali dengan mendiang Pocut Halimah (ibu penggugat dan ibu tergugat) yang menikah dengan mendiang Habib Hasan (ayah penggugat), setelah beberapa tahun menikah mereka dikaruniai seorang putri bernama Syarifah Zubaidah (penggugat) dan berakhir di perceraian. Pocut Halimah menikah lagi dengan almarhum Teuku Usman dan melahirkan seorang putra T. Iskandar (tergugat).
Mengenai kasus tersebut, dapat kita pahami melalui Surat An-Nisa’ ayat 29 Allah SWT berfirman,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
”Dari kasus diatas, putusan pengadilan menyatakan bahwa akta jual beli tanah warisan tersebut batal demi hukum sebagai akibat ditemukan cacat hukum dalam pembuatannya. Hal ini disebabkan bahwa jual beli tersebut dilakukan tanpa persetujuan ahli waris lainnya. Namun, terhadap pembeli yang beritikad baik, proses transaksi tanah warisan tersebut, memiliki hak perlindungan hukum oleh undang-undang yang berlaku”.
Perlindungan hukum memiliki arti bahwa dalam perjanjian transaksi jual beli, posisi undang-undang wajib memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik agar tidak dirugikan. Undang-undang menetapkan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik, yang disebut kejujuran, dan dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama adalah itikad baik pada saat mengadakan hubungan atau perjanjian hukum dan kedua adala itikad baik dalam menjalankan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan atau perjanjian hukum.
Menurut pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa segala perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Artinya,bdalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian, substansi perjanjian atau kontrak harus diperhatikan berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau itikad baik para pihak. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya itikad buruk dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, baik dalam pembuatannya maupun dalam pelaksanaannya, pihak yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum.
Dalam hal pembeli beritikad baik, maka perlindungan dalam pasal 1491 Kitab Undang- undang Hukum Perdata (KUHPerdata) memberikan perlindungan berupa penjaminan pasal yang menyatakan,”Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli adalah untuk menjamin dua hal: pertama, penguasaa barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua, terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.”
Adanya jaminan ini walaupun tidak diperjanjikan tetapi tetap berlaku mengikat penjual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1492 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Meskipun pada waktu penjualan dilakukan tiada dibuat janji tentang penanggungan, namun penjual adalah demi hukum diwajibkan menanggung pembeli terhadap suatu penghukuman untuk menyerahkan seluruh atau sebagian benda yang dijual kepada seorang pihak ketiga, atau terhadap beban-beban yang menurut keterangan seorang pihak ketiga memilikinya tersebut dan tidak diberitahukan sewaktu pembelian dilakukan” .
Bila penjual tidak mau menanggung semua kerugian yang diderita pembeli dengan membatalkan penjualan dengan itikad baik, pembeli yang beritikad baik dapat mengajukan gugatan perdata terhadap penjual, serta notaris dan pejabat PPAT terkait pembuatan sertifikat terkait dengan jual beli tanah warisan.
Alasan penyelesaian yang diajukan somasi adalah bahwa pembeli telah dirugikan oleh tindakan penjual dan pembeli berhak menuntut atau menuntut pengembalian harga pembelian barang warisan dari penjual. Alasan aturan yang mendasari persidangan adalah bahwa pembeli telah dirugikan oleh tindakan penjual dan pembeli berhak untuk menuntut pengembalian harga pembelian atau ahli waris penjual.
Selain proses perdata, pembeli juga dapat mengajukan tuntutan pidana, yaitu dugaan tindakan penipuan oleh penjual warisan. Pembeli harus melaporkan kepada otoritas penyidikan polisi berdasarkan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dasar dan argumen untuk menyampaikan laporan adalah bahwa pembeli membeli tanah yang merupakan warisan, dan menipu pembeli untuk mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri untuk membayar harga untuk pembelian warisan.
Dijelaskan dalam rukun jual-beli bahwa persyaratan untuk melakukan transaksi yaitu harus memberitahu bahwa penjual yang menjual barang miliknya adalah pemilik asli barang tersebut. Namun, jika semua ahli waris menyetujui menjualbelikan atau memperdagangkan warisan yang belum dibagi tersebut maka hal tersebut menjadi sah untuk diperjualbelikan.
Apabila jual beli warisan tersebut tidak diketahui atau tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak sah, karena warisan tersebut masih terdapat hak dari para ahli waris lainnya. Islam mengajarkan dan menekankan kepada kita bahwa memperjualbelikan warisan tanpa sepengetahuan dan persetujuan ahli waris sama saja seperti pencuri atau harta orang lain.
Penulis: * Mahasiswi Business Law – Binus University