Faktapers.id – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan, seiring menurunnya level PPKM, pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen perlu dilakukan kembali dengan tetap mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri.
Menurutnya, PTM diperlukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian sekolah agar pelaksanaannya bisa berjalan lancar dan jujur.
“Tidak semua guru dan murid terfasilitasi gadget dan internet dengan baik. Belum lagi soal teknologinya. Ini yang dikhawatirkan bisa membuat pelaksanaan ujian online tidak maksimal,” ujar Abraham dalam siaran persnya sebagaimana dilansir pada Kamis (17/3/2022).
Dia melanjutkan, untuk menepis kekhawatiran munculnya lonjakan kasus Covid-19 pada pelaksanaan PTM, pemerintah daerah harus meningkatkan testing dengan pendekatan penemuan kasus aktif atau active case finding (ACF).
Hal ini, sebagai salah satu cara untuk menentukan apakah sekolah itu aman atau tidak. Sejauh ini, ujar dia, testing ACF di sekolah menurun.
“Ini menjadi PR bagi pemerintah,” ucapnya.
Lebih lanjut Abraham menjelaskan cara kerja testing penemuan kasus aktif di sekolah, yakni dengan melakukan testing 10 persen dari populasi.
Jika positivity di bawah 1 persen, jelas dia, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Namun, jika positivity 1-5 persen, satu kelas harus diisolasi.
“Nah, jika perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di atas 5 persen, isolasi selama dua minggu,” tambahnya.
Abraham juga menekankan pentingnya percepatan vaksin di sekolah, agar siswa semakin terlindungi dari Covid-19 dan proses belajar mengajar bisa digelar secara tatap muka.
Sementara itu, terkait situasi pandemi Covid-19, dia memastikan saat ini semakin terkendali.
Kondisi ini ditunjukkan dengan menurunnya level PPKM dan angka reproduksi dari 1,09 menjadi 1,07.
Meski demikian, Abraham menegaskan pemerintah tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam menentukan segala kebijakan terkait penanganan Covid-19, terutama soal relaksasi.
“Angka kasus dan kematian di negara-negara Eropa yang lebih dulu melakukan relaksasi mulai meningkat. Beberapa kota di China juga kembali lockdown. Fakta-fakta ini membuat pemerintah tetap hati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan,” tambahnya.