Singaraja, Faktapers.id -Keluh kesah dialami Putu Tirta alias Rarud bersama empat anaknya dari isti kedua bernama Desak Kadek Resmi setelah digusur dengan cara halus oleh adatKalibukbuk berdasarkan keputusan yang tertuang dalam awig namun secara De facto tidak tertulis.
Saat ditemui awak media Faktapers.id di rumah anaknya, Putu Rarud terbaring diteras depan dengan alakadarnya, pasalnya rumah tersebut merupakan hasil kerja anak dari istri pertama yang kini diberikan meminjam bersama adik-adiknya 4 orang di Dusun Banyualit.
Kendati tidak bisa bicara banyak atas penggusuran ketika menempati lahan yang disebutkan milik desa yang dipronakan pada tahun 1998 dan kini menjadi milik WNA(Investor) yang dijual belikan oleh Desa Adat Kalibukbuk, “Saya tinggal disana hampir 25 tahun hanya menggunakan SHGB. Dulu masih tidak karuan tempat itu dan tidak ada yang mau nempati sampai saya tanami pohon waru untuk menangkal abrasi. Sekarang dijual Adat kepada WNA hanya diberikan ganti rugi oleh Bullenya sebesar 5 juta dan ditambah lagi 2,5 juta sehingga total menjadi 7,5 juta itupun WNA sampai menangis memberikan kepada saya tanpa kwintansi,”ujar Putu Tirta alias Rarud
Menariknya kata Rarud, surat penyataan bersedia keluar dari lahan itu yang dibuat kini bukanya dipegang Desa Adat melainkan Ketua LPD Kalibukbuk Ketut Alit Widiada, “Takut salah kok dia ngasih surat yang ditandatangani anak saya. Dulu saya tinggal disana persetujuan Bendesa lama pak Jirna dan lama kemudian diukur oleh petugas dan katanya kalau pemerintah memerlukan siap digusur saya jawab siap. Waktu abrasi Desember 2021 belum dapat info dijual atau dikontrakan atau disuruh meninggalkan lahan itu. ”kata Rarud
Menariknya lagi penggusuran bukan kepentingan dari pemerintah malah Adat Kalibukbuk mementingkan Investor mengorbankan warganya yang secara sah berkerama Adat yang tidak ada pilihan lain selain menempati pesisir tersebut,”Kalau saya punya tempat lain dulu sudah tidak mungkin tinggal disana, sekarang anak yang memberikan pinjam karena kasihan melihat adik-adiknya 4 orang. Harapan saya sih supaya ada lah tempat walaupun gubuk itu juga sudah cukup bagi saya tempati tidak mungkin uang 7,5 juta itu cukup untuk membeli tanah disamping itu juga anak-anak merasa nyaman dipantai walau deburan ombak terkadang besar,”sedih Rarud meratapi nasib tersebut
Kesedihan Putu Tirta alias Rarud disampaikan kepada anaknya, “Saya sampaikan kepada anak-anak jika disini lama tinggal bisa gila, disamping berpikir jalan sudah tidak ada semua beku,”kata kepada anaknya (Minggu 3/4).
Menurut Bendesa Adat Kalibukbuk, Suberata pihaknya menjual lahan yang disebutkan pelabe pura kepada investor seakan lepas dari tanggung jawab terhadap warganya sendiri padahal bangunan yang dimiliki Rarud dan keluarga Ketut Pening menelan biaya puluhan juta untuk bisa berteduh bersama 4 anaknya. Terhadap keluarga Ketut Pening kini yang sudah berdesa adat di Kalibukbuk kini tinggal entah dimana namun dikabarkan berada di wilayah Desa Temukus bersama anak Balita.
“Pembangunan Villa itu investor yang memerlukan bukan desa adat, desa hanya menjual saja dan membelikan tanah sawah supaya tidak hilang tanah Desa, sama halnya saya menjual beras mau dibuat nasi, bubur atau apa terserah disana. Keputusan itu ada hasil paruman dahulu dari Bendesa tidak tertulis. Kata Rarud menerima ganti rugi dari Investor tapi dari Desa Adat tidak ada ganti rugi karena sudah ada sertifikat terbit kalau tidak salah tahun 1998 apa 1999,”papar Suberata.
Terhadap bangunan Villa dilokasi penggusuran warga, malah Investor terlihat bangunanya memakan sempadan pantai /Fasilitas umum untuk memperluas halamanya villa ,”Saya kemarin waktu Nyepi sempat kesana malah kaget kok bangunannya sampai kesana, tak kira digunakan untuk view pantai karena Investor punya lahan dibelakangnya sekarang sudah diserahkan ke Investor tidak bisa ngomong apa,”papar Suberata dengan rasa penyesalan menjual tanah itu *ds*